Jogja 2017: Melintasi Lampung dan Naik Kapal Laut
Ini adalah salah satu postingan bertema perjalanan (travel) yang lebih ditujukan untuk diri sendiri. Melalui postingan ini aku bermaksud untuk membayar hutang ke diri sendiri. Hutang dokumentasi. Sekian lama ide ini berada di benak, terabaikan. Bikin tidak nyaman juga. Jadi, ya, mari dicicil sedikit demi sedikit.
Sebab perjalanan ini terjadi lima tahun lalu (tepatnya Desember 2017), boleh jadi postingan ini tidak lagi relevan dengan kondisi sekarang. Apalagi daerah se-istimewa Jogja, khan, pasti telah berkembang dengan pesat. Namun jika ada pembaca yang ingin ikutan bernostalgia, silahkan baca sampai habis. :D
Awal Mula
Aku dan Ez besar dan tinggal di wilayah Sumatera. Kami belum pernah berlibur ke tanah Jawa berdua saja. Jadi setelah menikah di bulan Juli, akhir tahunnya kami memutuskan untuk liburan ke Jogja.
Mengapa memilih Jogja? Jujur aku sudah lupa alasannya, haha. Sepertinya karena ada banyak objek wisata yang bisa dilihat dan dinikmati. Suasananya juga terkesan masih asri serta tidak hiruk pikuk seperti Jakarta.
Nah, untuk ke Jawa, ada dua alternatif transportasi yang bisa dipilih yaitu jalur udara dan kedua jalur gabungan darat dan laut. Aku dan Ez memilih opsi kedua dengan naik bus yang kemudian menyeberangi selat Sunda.
Tiket bus, penginapan, rental kendaraan untuk di Jogja nanti telah diatur dan dipesan sebelum kami berangkat. Untuk tiket bus dibeli langsung di loket. Penginapan dipesan via aplikasi. Sewa motor langsung melalui whatsapp (kalau tidak salah ingat).
Rencananya Darus, teman kami, akan ikut juga. Menjelang hari H, rupanya ada urusan yang tidak dapat ditinggalkan. Haha, yow wes lah. Semoga lain kali ada waktu buat liburan bersama kembali. :D
Mengapa memilih Jogja? Jujur aku sudah lupa alasannya, haha. Sepertinya karena ada banyak objek wisata yang bisa dilihat dan dinikmati. Suasananya juga terkesan masih asri serta tidak hiruk pikuk seperti Jakarta.
Nah, untuk ke Jawa, ada dua alternatif transportasi yang bisa dipilih yaitu jalur udara dan kedua jalur gabungan darat dan laut. Aku dan Ez memilih opsi kedua dengan naik bus yang kemudian menyeberangi selat Sunda.
Tiket bus, penginapan, rental kendaraan untuk di Jogja nanti telah diatur dan dipesan sebelum kami berangkat. Untuk tiket bus dibeli langsung di loket. Penginapan dipesan via aplikasi. Sewa motor langsung melalui whatsapp (kalau tidak salah ingat).
Rencananya Darus, teman kami, akan ikut juga. Menjelang hari H, rupanya ada urusan yang tidak dapat ditinggalkan. Haha, yow wes lah. Semoga lain kali ada waktu buat liburan bersama kembali. :D
Melintasi Lampung
Bus yang kami tumpangi bernama Putra Remaja. Rutenya dari Jambi-Jogja melewati beberapa provinsi diantaranya Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jakarta, dst.
Aku sama sekali tidak merasa penasaran dengan provinsi Sumsel (khususnya Palembang) sebab sudah pernah menjejakkan kaki di sana. Rasanya tidak akan jauh berbeda dari kunjungan sebelumnya.
Baca juga: Mengunjungi Kota Palembang Lima Tahun Lalu
Lain halnya dengan Lampung. Tidak ada ekspektasi apapun terkait provinsi di ujung Sumatera ini. Aku belum pernah singgah dan sama sekali tidak tahu apa yang akan kulihat di sana (selain akan melihat pelabuhan Merak-Bakauheni). Jadi, ketika melintasi Lampung, aku menemukan empat hal yang menarik perhatianku.
Aku sama sekali tidak merasa penasaran dengan provinsi Sumsel (khususnya Palembang) sebab sudah pernah menjejakkan kaki di sana. Rasanya tidak akan jauh berbeda dari kunjungan sebelumnya.
Baca juga: Mengunjungi Kota Palembang Lima Tahun Lalu
Lain halnya dengan Lampung. Tidak ada ekspektasi apapun terkait provinsi di ujung Sumatera ini. Aku belum pernah singgah dan sama sekali tidak tahu apa yang akan kulihat di sana (selain akan melihat pelabuhan Merak-Bakauheni). Jadi, ketika melintasi Lampung, aku menemukan empat hal yang menarik perhatianku.
Perkebunan Tebu
Bus masuk Lampung pagi hari. Suasana dingin sebab hujan gerimis. Bus berhenti di sebuah rumah makan (aku lupa namanya). Penumpang turun lalu menuju kamar mandi. Ada yang hanya buang air dan cuci muka. Ada pula yang sampai mandi. Sebagian besar juga sarapan di tempat tersebut.
Ketika urusan di rumah makan selesai, bus kembali melaju. Cuaca mulai terang dan aku bisa melihat sekeliling. Awalnya tidak kentara. Namun lama kelamaan, hatiku membatin. Kok, ladang tebu ini tidak habis-habis dilewati.
Yup, saat itu bus yang ditumpangi melewati jalan yang membelah ladang tebu. Oh, tidak tepat sepertinya disebut ladang. Sebab deretan pohon tebu yang rimbun di kiri kanan jalan tersebut sangat lah panjang. Tempat ini lebih tepat disebut sebagai perkebunan.
Samar-samar jika tidak salah ingat, aku sempat membaca salah satu merk gula pasir putih yang cukup terkenal di Indonesia. Itu lho yang jingle iklannya: sugar..honey..honey. :D
Aku tidak tahu, tepatnya di daerah mana perkebunan tebu ini membentang. Setelah menelusuri Google, boleh jadi memang perkebunan tebu skala besar yang telah dilewati. Provinsi Lampung merupakan provinsi nomor dua penghasil tebu terbesar di Indonesia.
ilustrasi - unsplash
Yup, saat itu bus yang ditumpangi melewati jalan yang membelah ladang tebu. Oh, tidak tepat sepertinya disebut ladang. Sebab deretan pohon tebu yang rimbun di kiri kanan jalan tersebut sangat lah panjang. Tempat ini lebih tepat disebut sebagai perkebunan.
Samar-samar jika tidak salah ingat, aku sempat membaca salah satu merk gula pasir putih yang cukup terkenal di Indonesia. Itu lho yang jingle iklannya: sugar..honey..honey. :D
Aku tidak tahu, tepatnya di daerah mana perkebunan tebu ini membentang. Setelah menelusuri Google, boleh jadi memang perkebunan tebu skala besar yang telah dilewati. Provinsi Lampung merupakan provinsi nomor dua penghasil tebu terbesar di Indonesia.
Penuh Singkong
Emak memiliki darah melayu Riau. Rute perjalanan dari Jambi ke Riau melewati jalur Lintas Timur yang berlawanan arah dengan rute menuju pulau Jawa.
Jika pulang kampung, bukan perkebunan tebu yang tampak di kiri kanan jalan, melainkan perkebunan sawit. Melihat satu truk penuh tandan sawit bukanlah hal aneh bagiku. Apalagi melihat truk tersebut berderet bak konvoi di jalanan. Begitu pula halnya dengan truk pengangkut batu bara.
Nah, saat bus ini melintasi lampung, beberapa kali berpapasan dengan truk besar. Bak belakangnya penuh terisi. Bukan sawit ataupun batu bara, melainkan penuh singkong.
Yup, sekali lagi aku merasa heran campur takjub. Aku belum pernah melihat truk yang mengangkut begitu banyak singkong melintas. Membayangkannya pun tidak pernah, hehe.
Pemandangan yang menurutku ganjil tersebut menetap di benak. Kembali menelusuri Google, ternyata selain menyandang status sebagai penghasil tebu terbesar, provinsi ini juga merupakan penghasil singkong terbesar, di urutan pertama pula se-Indonesia. Wow.
Jika pulang kampung, bukan perkebunan tebu yang tampak di kiri kanan jalan, melainkan perkebunan sawit. Melihat satu truk penuh tandan sawit bukanlah hal aneh bagiku. Apalagi melihat truk tersebut berderet bak konvoi di jalanan. Begitu pula halnya dengan truk pengangkut batu bara.
Nah, saat bus ini melintasi lampung, beberapa kali berpapasan dengan truk besar. Bak belakangnya penuh terisi. Bukan sawit ataupun batu bara, melainkan penuh singkong.
Yup, sekali lagi aku merasa heran campur takjub. Aku belum pernah melihat truk yang mengangkut begitu banyak singkong melintas. Membayangkannya pun tidak pernah, hehe.
Pemandangan yang menurutku ganjil tersebut menetap di benak. Kembali menelusuri Google, ternyata selain menyandang status sebagai penghasil tebu terbesar, provinsi ini juga merupakan penghasil singkong terbesar, di urutan pertama pula se-Indonesia. Wow.
Berawalan "Way"
Pernah mendengar kata Way Kambas? Di masa sekolah dulu, nama daerah ini lumayan sering masuk ke buku pelajaran. Way Kambas merupakan taman nasional yang juga tempat perlindungan (konservasi) gajah Sumatera.
Ternyata Way Kambas bukan satu-satunya tempat dengan kata "way" di depannya. Ada banyak tempat lainnya di provinsi ini yang memakai awalan "way". Jadi teringat banyak daerah di Jawa Barat yang berawal "Ci". :D
Melansir dari Wikipedia, "way" memiliki arti sungai. Benakku jadi menyimpulkan kalau ada banyak sungai di provinsi ini. Kalau pun hanya satu sungai, berarti sungai tersebut membentang cukup luas.
ilustrasi unsplash
Ternyata Way Kambas bukan satu-satunya tempat dengan kata "way" di depannya. Ada banyak tempat lainnya di provinsi ini yang memakai awalan "way". Jadi teringat banyak daerah di Jawa Barat yang berawal "Ci". :D
Melansir dari Wikipedia, "way" memiliki arti sungai. Benakku jadi menyimpulkan kalau ada banyak sungai di provinsi ini. Kalau pun hanya satu sungai, berarti sungai tersebut membentang cukup luas.
Pura di Halaman
Melakukan perjalanan darat dengan mobil dan duduk di samping jendela, pandangan mata pasti mengarah keluar. Selain hal-hal di atas, ada satu hal lagi yang merupakan pemandangan baru untukku.
Yup, ada satu atau lebih daerah pemukiman tertentu yang kami lintasi. Di sisi kanan kiri jalan ada rumah penduduk. Rumah-rumah di tepi jalan lintas ini jadi menarik perhatian sebab ada pura di halamannya.
Rasanya aku belum pernah melihat hal serupa ini. Aku kira pura atau tempat ibadah umat hindu itu berdiri di satu tempat dan dibuat megah. Tidak pernah terbayang kalau pura ada di halaman rumah.
Umumnya terletak di sudut halaman. Bentuk dan ukuran satu sama lainnya tidak persis sama. Pun warnanya juga berbeda-beda. Mungkin tergantung pemilik rumahnya mau dibuat seperti apa. Ada beberapa kulihat mengeluarkan asap. Mungkin dari dupa yang dibakar. Aku juga tidak begitu paham.
Yup, ada satu atau lebih daerah pemukiman tertentu yang kami lintasi. Di sisi kanan kiri jalan ada rumah penduduk. Rumah-rumah di tepi jalan lintas ini jadi menarik perhatian sebab ada pura di halamannya.
Rasanya aku belum pernah melihat hal serupa ini. Aku kira pura atau tempat ibadah umat hindu itu berdiri di satu tempat dan dibuat megah. Tidak pernah terbayang kalau pura ada di halaman rumah.
Umumnya terletak di sudut halaman. Bentuk dan ukuran satu sama lainnya tidak persis sama. Pun warnanya juga berbeda-beda. Mungkin tergantung pemilik rumahnya mau dibuat seperti apa. Ada beberapa kulihat mengeluarkan asap. Mungkin dari dupa yang dibakar. Aku juga tidak begitu paham.
Menyebrangi Selat Sunda
Bus terus melaju dan tibalah kami di pelabuhan Bakauheni. Di sini bus akan naik kapal lalu menyebrangi selat Sunda. Selain bus kami, tentu ada banyak kendaraan lainnya.
Ketika bus parkir di dalam kapal, penumpang pada turun. Aku dan Ez ikut naik ke atas menuju bagian belakang lalu pindah ke tengah. Ada satu ruangan yang penuh tempat duduk. Ada juga ruangan yang berisi matras (bisa sambil tiduran). Ada juga bagian belakang kapal yang semi terbuka.
Ketika kapal meninggalkan pelabuhan, samar-samar terlihat gunung menjulang. Rupanya di Lampung ada sebuah gunung. Namanya Gunung Rajabasa. Jika melihat lebih detail, ada bangunan tradisional dengan atap berbentuk mahkota, lambang provinsi Lampung. Indah sekali.
Ketika bus parkir di dalam kapal, penumpang pada turun. Aku dan Ez ikut naik ke atas menuju bagian belakang lalu pindah ke tengah. Ada satu ruangan yang penuh tempat duduk. Ada juga ruangan yang berisi matras (bisa sambil tiduran). Ada juga bagian belakang kapal yang semi terbuka.
dokumen pribadi |
Ketika kapal meninggalkan pelabuhan, samar-samar terlihat gunung menjulang. Rupanya di Lampung ada sebuah gunung. Namanya Gunung Rajabasa. Jika melihat lebih detail, ada bangunan tradisional dengan atap berbentuk mahkota, lambang provinsi Lampung. Indah sekali.
Di Atas Kapal Laut
Ini kali pertama aku naik kapal melintasi laut, haha. Salah satu hal yang kutunggu dari perjalanan ini ya momen di kapal ini.
Kalau tidak salah ingat, kapal berangkat sekitar jam 4 sore dan tiba di pelabuhan Merak jam 6 sore (waktu maghrib). Jadi cahaya matahari masih sangat cukup terang untuk penumpang sepertiku menikmati laut selat Sunda.
Ada beberapa pulau kecil yang dilewati. Aku dan Ez berdiri di belakang kapal (kalau tidak salah). Ada tenda dan kursi. Ada pedagang asongan. Yang jelas ada musik dangdut diputar dan biduan menyanyi. Jujur aku lebih suka suara angin dan deru kapal serta riak air. Namun begitulah suasananya saat itu, hehe.
Kapal melaju cukup kencang. Anginnya juga terasa sekali menghembus badan ketika berdiri di pinggir kapal. Aku dan Ez sempat berfoto di sini beberapa kali sebelum masuk ke ruang duduk yang dingin (karena full AC).
Suasana ruangan ramai. Tempat duduknya banyak namun nyaris penuh. Banyak juga kulihat yang memesan Pop Mie alias makan minum di dalam sini. Konon harganya lebih mahal daripada di darat. Entahlah, aku tidak tahu karena tidak ikutan makan. :D
Sebelum kapal berlabuh, aku sempat merasa ingin buang air kecil. Aku pun menuju toilet kapal. Dan itu juga kali pertama buang air di atas kapal. Buang air sambil oleng ke kiri dan kanan. Haha, rasanya sulit dilupakan. Namun toiletnya bersih dan tidak bau.
Kapten kapal atau siapa pun itu memberi pengumuman melalui pengeras suara kalau tak lama lagi kapal tiba di Merak. Aku dan Ez berikut banyak penumpang lainnya turun ke bawah. Kami kembali ke bus di bawah.
Alamak, seram sekali ternyata parkiran bawah. Parkiran tersebut penuh kendaraan khususnya deretan mobil-mobil raksasa. Bukan hanya bus melainkan juga truk Fuso. Beberapa diantaranya sudah menyala. Sungguh aku ketakutan.
Bus yang kami tumpangi tidak juga terlihat. Aku pikir kami tersesat. Soalnya kami terus berkeliling, lupa dimana bus parkir. Mungkin ini rasanya kalau berhadapan dengan raksasa di cerita dongeng atau berhadapan dengan dinosaurus a la Jurassic World. Ngeri!
Syukurlah akhirnya ketemu. Rasanya lega kembali ke tempat duduk. Terasa aman. Suasana tidak lagi mencekam.
Turun di Merak, langit sudah mulai gelap. Kami mampir ke rumah makan untuk isi perut. Aku lupa apakah pesan bakso atau mie instan. Yang jelas tidak makan nasi. Sebagian penumpang ada yang shalat. Ada juga yang hanya duduk istirahat di pelataran.
Perjalanan belum selesai sebab belum juga sampai di Jogja. Bus kembali melaju. Keluar masuk tol.
Kalau tidak salah ingat, kapal berangkat sekitar jam 4 sore dan tiba di pelabuhan Merak jam 6 sore (waktu maghrib). Jadi cahaya matahari masih sangat cukup terang untuk penumpang sepertiku menikmati laut selat Sunda.
Ada beberapa pulau kecil yang dilewati. Aku dan Ez berdiri di belakang kapal (kalau tidak salah). Ada tenda dan kursi. Ada pedagang asongan. Yang jelas ada musik dangdut diputar dan biduan menyanyi. Jujur aku lebih suka suara angin dan deru kapal serta riak air. Namun begitulah suasananya saat itu, hehe.
Kapal melaju cukup kencang. Anginnya juga terasa sekali menghembus badan ketika berdiri di pinggir kapal. Aku dan Ez sempat berfoto di sini beberapa kali sebelum masuk ke ruang duduk yang dingin (karena full AC).
dokumen pribadi |
Suasana ruangan ramai. Tempat duduknya banyak namun nyaris penuh. Banyak juga kulihat yang memesan Pop Mie alias makan minum di dalam sini. Konon harganya lebih mahal daripada di darat. Entahlah, aku tidak tahu karena tidak ikutan makan. :D
Sebelum kapal berlabuh, aku sempat merasa ingin buang air kecil. Aku pun menuju toilet kapal. Dan itu juga kali pertama buang air di atas kapal. Buang air sambil oleng ke kiri dan kanan. Haha, rasanya sulit dilupakan. Namun toiletnya bersih dan tidak bau.
Kapten kapal atau siapa pun itu memberi pengumuman melalui pengeras suara kalau tak lama lagi kapal tiba di Merak. Aku dan Ez berikut banyak penumpang lainnya turun ke bawah. Kami kembali ke bus di bawah.
Alamak, seram sekali ternyata parkiran bawah. Parkiran tersebut penuh kendaraan khususnya deretan mobil-mobil raksasa. Bukan hanya bus melainkan juga truk Fuso. Beberapa diantaranya sudah menyala. Sungguh aku ketakutan.
Bus yang kami tumpangi tidak juga terlihat. Aku pikir kami tersesat. Soalnya kami terus berkeliling, lupa dimana bus parkir. Mungkin ini rasanya kalau berhadapan dengan raksasa di cerita dongeng atau berhadapan dengan dinosaurus a la Jurassic World. Ngeri!
Syukurlah akhirnya ketemu. Rasanya lega kembali ke tempat duduk. Terasa aman. Suasana tidak lagi mencekam.
dokumen pribadi |
Turun di Merak, langit sudah mulai gelap. Kami mampir ke rumah makan untuk isi perut. Aku lupa apakah pesan bakso atau mie instan. Yang jelas tidak makan nasi. Sebagian penumpang ada yang shalat. Ada juga yang hanya duduk istirahat di pelataran.
Perjalanan belum selesai sebab belum juga sampai di Jogja. Bus kembali melaju. Keluar masuk tol.
Sana Sini Gunung
Dari maghrib di Merak bus terus melaju. Kondisi gelap dan mengantuk sehingga tidak banyak yang bisa kulihat. Ketika subuh bus memasuki kawasan Brebes (kalau tidak salah). Dari tepi jalan menjulang deretan gunung.
Rasanya sempat mengecek Google Maps. Salah satu siluet gunung yang terlihat saat fajar tadi adalah Gunung Ciremai. Namanya tidak asing sebab pernah membacanya di buku pelajaran sekolah. Lebih asing malah nama gunung di wilayah Sumatera. Padahal tinggal di pulau tersebut. #tanyakenapa :D
Bus sempat melintasi kota Pekalongan lalu masuk ke tol di utara Jawa (kalau tidak salah). Ketika berada di salah satu tol, tampak lagi siluet gunung. Aku tidak hafal dan tidak paham. Hanya menikmati saja keindahan pemandangan ini.
Rasanya sempat mengecek Google Maps. Salah satu siluet gunung yang terlihat saat fajar tadi adalah Gunung Ciremai. Namanya tidak asing sebab pernah membacanya di buku pelajaran sekolah. Lebih asing malah nama gunung di wilayah Sumatera. Padahal tinggal di pulau tersebut. #tanyakenapa :D
Bus sempat melintasi kota Pekalongan lalu masuk ke tol di utara Jawa (kalau tidak salah). Ketika berada di salah satu tol, tampak lagi siluet gunung. Aku tidak hafal dan tidak paham. Hanya menikmati saja keindahan pemandangan ini.
Tiba Juga di Jogja
Kota-kota lainnya pun terlewati. Semarang, Salatiga, Purworejo, Solo adalah beberapa yang kuingat. Khusus Solo, bus kami berhenti dan sempat menikmati semangkuk bakso di sana.
Ban bus yang kami tumpangi sempat bermasalah. Aku lupa apakah pecah ban atau bocor lalu kurang angin. Dan itu terjadi di area tol. Ini membuat perjalanan terganggu. Bus harus berjalan lambat. Lalu ada macet di beberapa ruas jalan (aku tidak tahu dimana). Rasa bete melakukan perjalanan lewat darat mulai naik ke permukaan.
Waktu tempuh menjadi lebih panjang. Seharusnya masuk jogja pagi, baru sorenya kulihat Prambanan mengintip dari balik pohon. Penginapan kami terletak di kawasan Bantul. Jadi habis turun dari bus lanjut pesan gocar.
Ya, meski lelah, aku dan Ez tidak sabar untuk mulai keliling Jogja esok hari. Jalan-jalan kemana saja kah kami nantinya? Baca di part selanjutnya, ya. Insya Allah :D
dokumen pribadi |
Ban bus yang kami tumpangi sempat bermasalah. Aku lupa apakah pecah ban atau bocor lalu kurang angin. Dan itu terjadi di area tol. Ini membuat perjalanan terganggu. Bus harus berjalan lambat. Lalu ada macet di beberapa ruas jalan (aku tidak tahu dimana). Rasa bete melakukan perjalanan lewat darat mulai naik ke permukaan.
Waktu tempuh menjadi lebih panjang. Seharusnya masuk jogja pagi, baru sorenya kulihat Prambanan mengintip dari balik pohon. Penginapan kami terletak di kawasan Bantul. Jadi habis turun dari bus lanjut pesan gocar.
Ya, meski lelah, aku dan Ez tidak sabar untuk mulai keliling Jogja esok hari. Jalan-jalan kemana saja kah kami nantinya? Baca di part selanjutnya, ya. Insya Allah :D
Baca juga: Jogja 2017 Post Series
Wah, perjalanan yang menyenangkan dan banyak hal yang bisa dilihat
ReplyDeleteIya betul kak. Tidak terlupakan. Hehe. :D
Delete