Posts

Showing posts from June, 2014

Nomor 666666

Image
gambar diambil dari sini Cahaya matahari telah surut. Lampu-lampu mulai dinyalakan. Jalan Cemara masih ramai oleh manusia. Entah itu melintas dengan mobil-mobil mereka atau dengan langkah kakinya. Hewan-hewan liar tak bertuan juga ikut melintasi jalan ini. Aku mematung di sisi jalan. Memperhatikan mereka dari balik tudung hitamku. Lebih tepatnya memperhatikan angka-angka berwarna merah yang menyala di atas ubun-ubun mereka. Angka yang menunjukkan berapa lama lagi waktu yang tersisa bagi mereka untuk menarik napas.

Pohon Sukun Meranggas

Image
Gambar di atas adalah sebuah foto pohon sukun di belakang rumahku. Jadi dulu, sekitar mungkin 10 tahun yang lalu, Bapak membawa bibit pohon sukun untuk ditanam di belakang rumah. Aku tidak ingat persis kapan waktunya, pohon sukun tersebut tumbuh dengan mudah dan mulai berbuah.  Ketika cukup matang, buahnya akan jatuh. Itulah kali pertama aku makan buah sukun. Rasanya? Seperti ubi, namun teksturnya lebih lunak dari ubi kayu. Aku lebih suka buah ini digoreng atau dibuat kripik. Tentu saja harus ditambahkan garam karena daging buah sukun itu tawar.  Buah sukun tersebut akan jatuh dengan sendirinya saat telah matang. Bahkan ada juga yang jatuh karena sudah membusuk. Ada sebagian yang suka memakan buah sukun yang sudah matang. Namun aku lebih memilih buah sukun yang tidak terlalu matang namun tidak juga mengkal. Buah sukun yang matang itu baunya tidak karuan, langu di hidungku. Dulu, sering buah sukun matang jatuh dan mengenai jemuran baju di bawahnya. Atau sukun tersebut pecah menghant

Tak Kasat Mata

Image
sumber unsplash Theo dengan sweater abu-abunya menggandeng tangan Naya. Sebelah tangannya lagi memegang ice cream yang baru saja dibelinya. Malam ini mereka berjalan-jalan menikmati keriuhan Pekan Raya Festival. "Naya, kamu kenapa sih bawa boneka beruang itu terus?" Theo bertanya sambil menyeruput es krimnya. "Namanya Anne. Diingat dong, Theo!" Naya menyorongkan Anne kehadapan Theo. "Kamu sendiri, mengapa masih saja memakai topi jelek itu?" Naya balik bertanya sambil merapihkan pita biru yang melingkar di leher Anne. "Topi ini keren, Nay. Lihat! Aku jadi lebih kerenkan dengan topi ini? Haha.." "Apanya yang keren? Kamu saja yang tidak mau tahu," Naya menggerutu pelan. "Duduk situ yuk, Nay! Ribet nih makan es krim sambil jalan." Theo menunjuk bangku di sisi jalan. Beberapa tetes es krim meleleh jatuh melewati tangannya. Namun tetes es krim itu tidak pernah mencapai tanah.

Movie Review - X-Men: Days of Future Past (2014)

Image
"Use your power. Bring the X-Men together. Guide us, lead us..." sumber pinterest Film dibuka dengan adegan di masa depan. Adegan ini melempar penonton ke tahun 2023. Di saat itu para mutan dan pemerintah masih berperang dan bermusuhan. Para mutan tengah mengalami kekalahan dan pemusnahan masal. Pemusnahan yang sebenarnya juga dialami oleh para manusia. Pemerintah menggunakan Sentinel. Robot yang idenya berasal dari Dr. Bolivar Trask (Peter Dinklage). Dokter yang begitu ambsius memerangi para mutan. Kekuatan yang dimiliki Sentinel adalah hasil dari penelitian mereka terhadap Raven a.k.a Mystique (Jennifer Lawrence), mutan yang dapat berubah menjadi apapun. Alhasil, Sentinel menjadi robot terkuat pelawan kaum mutan. Selain dapat membedakan antara mutan dengan manusia normal, Sentinel juga mampu mendeteksi manusia yang mempunyai kecendrungan akan memiliki keturunan mutan. Dan semua yang berhasil dideteksi, akan dihancurkan alias dibunuh oleh Sentinel.

I Do Remember

Image
gambar diambil dari sini Kenop pintu ruangan itu terbuka. Rama melangkah masuk. Setelah menekan saklar, satu persatu lampu ruangan menyala. Dari tempatnya berdiri sekarang, tampak lima anak tangga yang akan membawanya turun dan masuk lebih jauh ke dalam ruangan itu. Tangan kanannya menggenggam sebuah buku yang masih bersegel dan setangkai mawar. Buku dan mawar untuk Nina. Di anak tangga ketiga, Rama berhenti dan tertegun sejenak. Wangi buku masih menggelitik manis hidungnya. Ruangan itu memang penuh dengan buku. Rak-rak buku menjulang sepanjang dinding ruangan. Di dekat tempatnya berdiri, ada sebuah kursi dan meja kayu yang masih penuh dengan tumpukan buku. Ada pula kursi beludru hijau nyaman yang seperti termenung sendirian di ruangan itu. Ruang baca ini dibangunnya bersama Nina. Wujud dari kegilaan mereka akan buku. Ya, mereka pecandu buku kronis.

Biodata Konyol si Santri (Jangan) Galau

Image
People - Tulisan ini dimulai di suatu malam yang tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas. Karena seharian matahari bolak balik antara sembunyi di balik awan dan memplototi Bumi. Aku menulis ini dengan nyala lampu kamar yang sudah ku matikan. Hingga hanya nyala smartphone yang menerangi mata dan muka. Aku menulis ini sendirian tanpa teman manusia yang duduk atau mengintipku. Jika ada yang mengintipku sekarang, mungkin manusia itu akan ngeri sendiri. Wajahku tersorot cahaya smartphone. Teringat akan film di mana seorang pelakunya menakuti seorang pelaku lainnya dengan menaruh senter di bawah wajahnya. Aku merasa itu konyol. Namun pasti ada yang latah dan merasa ketakutan pula. Entahlah.  Dan aku hampir lupa. Jika saat ini seharusnya aku menulis tentang orang lain. Tentang anak manusia yang bernama Helmi Rafi Jayaputra. Bagaimana awal mula aku seharusnya menulis tentang dia dalam suatu bentuk biodata konyol? Oke, beberapa paragraf lagi untuk awal mula ku mengapa aku akan menulis