Ke Jogja Melihat Candi dan Tebing Purba


Akhir tahun lalu, postingan berisi dokumentasi liburan ke Yogyakarta tahun 2017 telah tayang di Pandoraque. Postingan ini sengaja dibagi menjadi empat bagian sebab lumayan panjang ternyata.

Di bagian pertama aku cerita tentang suasana perjalanan menuju kota pelajar ini. Nah di postingan kali ini akan kuceritakan destinasi wisata yang aku dan Ez kunjungi kala itu. Berikut suasana dan kesan yang kutangkap. Sesuai dengan yang kuingat saja sebab sudah lama berlalu. Kalau penasaran, baca sampai habis ya. :D
Baca juga: Jogja 2017: Keberangkatan

Mengagumi Candi Prambanan

Semua destinasi wisata diatur oleh Ez. Aku cuma request pengen lihat Taman Sari. Nah, wisata pertama yang kami kunjungi adalah candi Prambanan.


Candi ini terletak di jalan raya Solo - Yogyakarta. Itulah mengapa saat memasuki kota Jogja, ujung candi ini mengintip dari balik pepohonan terlihat dari dalam bus.

Dengan motor sewaan kami melaju ke sana. Saat itu pagi menjelang siang. Cuaca Jogja panas menuju terik.

Untuk memasuki areal candi dikenai tiket masuk 40 ribu rupiah per orang. Aku lupa berapa tarif untuk anak-anak dan wisatawan asing. Yang jelas harganya masih lebih murah dibandingkan tiket saat ini, hehe.

Sebelum membeli tiket, eh atau sesudahnya ya, aku sedikit lupa, ada ibu-ibu yang menawari sewa payung. Harga sewanya lima ribu rupiah dan bisa digunakan selama berkeliling candi. Aku dan Ez menyewa satu yang warna merah.


Rasanya pembaca semua pasti sudah tahu tentang candi ini. Prambanan cukup terkenal setidaknya candi ini muncul dalam buku pelajaran sejarah waktu aku sekolah dulu.

Areal percandian ini lumayan luas. Ada satu candi yang besar serta megah di tengah. Lalu di sekitarnya ada candi-candi kecil. Saat itu pengunjung bisa naik dan masuk ke dalam candi ataupun berjalan mengelilingi terasnya.

Bangunan candi ini tampak gagah. Di benakku bentuknya mirip gunung. Menjulang tinggi dengan ujung yang menyempit. Tidak hanya candi utama yang terasa megah, candi-candi lain di sekitarnya pun demikian.


Menaiki candi ini dan masuk ke dua atau tiga ruangannya menjadi pengalaman yang tidak terlupakan juga. Di dalamnya ada patung-patung yang tinggi. Suasananya gelap. Mungkin jika tidak ada pengunjung lain, aku merasa agak takut.

Suasana saat itu memang cukup ramai. Mungkin karena bertepatan dengan libur sekolah. Anak tangga untuk naik ataupun masuk ke dalam candi dibuat tinggi dan lumayan sempit. Jadi perlu ekstra hati-hati apalagi ketika dipenuhi oleh pengunjung lainnya.

Kami menghabiskan waktu hingga tengah hari di sini. Itu pun sebenarnya belum cukup. Masih banyak yang bisa dilihat dan dinikmati. Bangunan pelengkap lainnya seperti museum dan areal taman belum dijelajahi semua.

Waktu itu kami pengen bisa menikmati sebanyak mungkin objek wisata yang ada sehingga membatasi waktu kunjungan. Ya, memang sih pada akhirnya banyak tempat bisa dikunjungi namun durasinya pendek dan nanggung, haha.

Tengah Hari di Tebing Breksi

Selepas dari Prambanan, kami menuju objek wisata berikutnya. Nama tempatnya adalah Tebing Breksi yang juga merupakan salah satu situs geologi, terletak sekitar 7 KM dari Prambanan. 


Jalanan untuk menuju kesana searah dengan jalan ke candi Ijo. Keluar dari jalan raya, jalanan menjadi tidak lagi lebar namun bagus dan beraspal. Semakin ke dalam, jalan menjadi menanjak. Sangat menanjak sehingga pastikan kendaraan yang digunakan dalam kondisi oke.

Motor matic sewaan kami juga tidak mengecewakan. Bahkan bisa menyalip bus-bus wisata yang ikut menanjak di jalan tersebut.

Sejak tahun 80an tempat ini digunakan oleh warga untuk menambang batu alam. Melalui sebuah penelitian diketahui bebatuan tersebut merupakan endapan batu vulkanik dari gunung api purba Nglanggeran. Aktivitas menambang pun dihentikan.


Warga sekitar berinisiatif agar tempat ini dijadikan tempat wisata. Warga memahat tangga di sisi tebing sehingga pengunjung dapat memanjat naik. Tak lupa ada pagar penghalang untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Dari atas tebing ini pengunjung dapat melihat rumah-rumah penduduk dan gunung Merapi yang gagah menjulang.

Selain pemandangan di atas tebing, warga juga memahat dinding tebing berbentuk ornamen ular naga sehingga tampak lebih menarik. Di bagian depan ada panggung berbentuk lingkaran untuk pentas seni.

Ketika kami berkunjung, ada hiburan musik tradisional yg mentas di sana (tapi bukan di panggung tersebut). Tersedia pula jeep bagi yang ingin menikmati wisata offroad tebing Breksi.


Ada dua hal dari tempat ini yang melekat di benakku. Pertama penampakan makhluk bersayap yang mematung di salah satu sisi tebing. Ada beberapa burung hantu yang sengaja ditenggerkan di sana. Pengunjung dapat membayar untuk berfoto bersama. Aku tidak tahu berapa harganya.

Hal kedua yang melekat di ingatanku adalah perkataan penjaga pintu masuk tebing breksi: parkir motor dua ribu, tiket masuk seikhlasnya. Wah!

Cuaca saat itu cerah dan terik. Efeknya untuk kulit mungkin tidak baik. Namun untuk dokumentasi alias foto-foto tidak mengecewakan.

Kami saling coba cari view atau background yang asik untuk di-capture. Bagian sulitnya, kami mau tidak ada orang lain yg masuk ke dalam frame. Tentu saja itu tidak mudah apalagi di musim liburan seperti kemarin.

Menyusuri Candi Borobudur

Satu hari di Jogja sudah berlalu. Keesokan harinya kami kembali berwisata. Tujuan kali ini kembali mengunjungi sebuah candi yang sudah terkenal sekali: Borobudur.


Lokasi Borobudur di Magelang yang notabene termasuk bagian dari provinsi Jawa Tengah. Namun lokasinya bisa dicapai juga dari kota Jogjakarta. Saat itu harga tiket masuknya sama dengan htm candi Prambanan yaitu 40 ribu rupiah.

Borobudur yang ramai. Kanan, kiri, depan, dan belakang dipenuhi para pengunjung yang datang di hari yg sama dengan kami. Campur ragam manusia memenuhi candi Budha yang memang sdh terkenal hingga mancanegara.

Jika diperhatikan, Borobudur terdiri dari banyak tingkatan. Beberapa tingkat dari bawah berbentuk persegi. Lalu tiga tingkat (serambi) teratas berbentuk lingkaran. Dan ada satu stupa besar di tingkat akhir. Kalau mau dikelompokkan, secara teknis ada tiga bentuk tingkatan.


Yang menarik perhatianku (apalagi jika tidak seramai itu) adalah reliefnya. Ada seribu relief lebih. Aku mencoba mereka-reka bagaimana kehidupan di masa itu lalu bagaimana cara mereka berpenampilan.

Saat itu masih boleh untuk naik dan menelusuri candi. Ada banyak anak tangga untuk sampai di pelataran. Dan harus menaiki banyak anak tangga lagi jika ingin sampai ke tingkat paling atas. Saat itu kami naik ke atas bersama ratusan pengunjung lain.

Ketika masuk tengah hari, pengunjung mulai surut. Kami yang telah naik hingga tingkat paling tinggi terjebak keramaian yang juga hendak turun.

Jika masuk tadi sepertinya diarahkan dari sisi timur, keluarnya dari sisi barat (cmiiw). Meski candi memiliki empat pintu, mencoba turun dari sisi lain, tidak dibolehkan sama petugas.

Sekali lagi harus berjubel dgn pengunjung lainnya. Menuruni tangga curam candi bersama keramaian seperti itu bisa membuat frustrasi, haha.


Menuju parkiran sepertinya puncak segala perjuangan terlebih bagi kami yang harus hemat menggunakan waktu agar bisa mengunjungi tempat lainnya.

Mau tidak mau, suka tidak suka, untuk menuju pintu keluar, kita harus melewati deretan lorong yang penuh dengan kios kecil penjual aneka kerajinan tangan dan souvenir.

Lorong tsb memiliki atap rendah dan cahaya remang-remang. Lorong ini seperti ular yang melingkar dan terus melingkar. Nama area ini kalau tidak salah memang pasar ular.

Kami melewatinya bersama banyak pengunjung lain. Udara penuh dengan ocehan dan saat itu terasa agak pengap.

Bagi yang punya banyak waktu dan ingin belanja oleh-oleh khas Borobudur, pasar ini merupakan tempat yang tepat.

Mungkin kami yang harus lebih santai serta menikmati kunjungan ke sana tanpa disisipi rasa terburu-buru. Yap!

To Be Continue

Ternyata lumayan panjang juga postingan ini. Jadi lebih baik dibagi jadi dua bagian. Semoga tidak bosan bacanya, haha.

Masih ada empat objek wisata lagi yang kami kunjungi antara lain pantai Sadranan, pantai Parangtritis, gumuk pasir dan Taman Sari.

Dan masih ada beberapa cerita lainnya semasa kami di Jogja. Have a nice day. 

----------

Baca juga: Jogja 2017 Post Series

#1 Melintasi Lampung dan Naik Kapal Laut
#2 Ke Jogja Melihat Candi dan Tebing Purba
#3 Dari Pantai Lalu ke Taman Sari Jogja
#4 Menikmati Jogja di Malam Hari
#5 Kulineran Tipis-tipis di Jogja
#6 Refleksi Paska Liburan di Jogja

Comments

Popular posts from this blog

Tidaakk!!

Apa yang bisa dilakukan di Hago Farm

Pohon Sukun Meranggas