Mengunjungi Kota Palembang Lima Tahun Lalu
Saat merapikan archive/arsip foto di Instagram, aku melihat kembali beberapa foto ketika mengunjungi kota Palembang yang terletak di provinsi Sumatera Selatan. Kota tersebut hanya berjarak sekitar 200-an km dari kota Jambi, tempat tinggalku.
Perjalanan tersebut berlangsung pada Agustus, 2017. Telah lewat hampir lima tahun yang lalu. Pastinya ada banyak yang telah berubah. Jadi postingan ini hanya bersifat nostalgia saja. Tidak bisa seratus persen dijadikan rujukan kalau teman-teman ada yang ingin main ke sana.
Berangkat ke Palembang
Awalnya kami (aku dan Ez) berencana untuk menghabiskan satu hari saja di sana. Namun akhirnya berubah pikiran dan memutuskan untuk menambah satu hari lagi.
Dari kota Jambi, kami naik travel (mobil pribadi yang difungsikan menjadi angkutan). Harga tiketnya aku sudah tidak ingat lagi, yang pastinya terjangkau. Kami mengambil jadwal Jumat sore (sehabis Ashar).
Sebelum berangkat, semua penumpang berkumpul di loket. Setelah selesai mengemas bagasi, satu per satu naik ke mobil sesuai tempat duduk yang ditentukan saat membeli tiket. Aku dan Ez mendapat kursi di belakang sopir. Aku duduk di sebelah jendela.
Saat itu belum pandemi dan bukan hari libur. Kursi-kursi terisi penuh, tidak perlu masker ataupun antigen atau semacamnya. Setiap penumpang mendapat snack berupa dua potong roti dan sebotol air mineral kemasan.
Aku bukan tipe yang tahan melakukan perjalanan jauh dengan naik mobil pribadi. Kalau naik bus, insya Allah aman. Nah, kalau jalan jauh naik mobil pribadi aku sering masuk angin. Apalagi jika medan yang dilewati berkelok-kelok dan supirnya tidak asik. Bisa keringat dingin, mual dan muntah.
Oleh karena itu pantang banget untuk main hape atau membaca saat di mobil. Bisa memperburuk kondisi tubuhku. Sebelum berangkat aku juga antisipasi dengan minum obat anti mabuk perjalanan. Tak terkecuali saat melakukan perjalanan ke Palembang ini.
Jujurly, efek mabuk perjalanan tidak 100% hilang. Entah jika tubuhku mulai kebal dengan obat ini. Yang jelas rasa tidak nyaman masih kurasakan. Syukurlah, tidak sampai muntah. Dan syukurlah tidak semakin parah saat tiba di penginapan. Meski mood saat di mobil travel benar-benar terjun bebas.
Satu-satunya yang membuat agak lega adalah saat singgah di rumah makan. Kalau tidak salah di daerah sungai Lilin. Penumpang dipersilahkan istirahat, turun sebentar sembari mengisi perut dan buang air. Aku jelas tidak berani buat makan. Takut apa yang dimakan keluar lagi.
Berangkat ke Palembang saat itu bisa sampai delapan jam perjalanan. Gokil, ya? Padahal jaraknya hanya sekitar ±277 km saja dari kota Jambi.
Penyebabnya adalah macet serta jalan yang kurang mulus. Jalur yang dilewati adalah jalur perdagangan. Maksudnya ada banyak mobil lain yang lalu lalang di jalan lintas tersebut terutama mobil dari pulau Jawa yang akan masuk ke Sumatera dan sebaliknya. Seandainya tol lintas Sumatera sudah jadi, kemungkinan besar waktu tempuh Jambi-Palembang bisa jauh dipersingkat.
Alhasil sampai di Palembang sekitar pukul satu dini hari. Kami langsung minta turun di penginapan. Saat itu Airy Room masih sangat populer dan banyak gerainya. Kami menginap di sana. Ya, liburan ke sana ala backpacker saja. Bukan yang fancy gimana gitu, hehe.
Sehabis basuh-basuh badan dan muka, kami mulai memejamkan mata. Lumayan bisa tidur beberapa jam sebelum pagi datang. Ah, leganya bisa istirahat di tempat tidur. Sudah terbebas dari mobil yang bergerak bikin mabuk. :D
Jalan-jalan di Kota Palembang
Keesokan paginya, badan agak segar. Kami mandi dan bersemangat buat jalan-jalan di kota ini. Tapi bagaimana caranya? Kan tidak punya kendaraan.
Sebelum datang kemari, kami sudah menyewa motor. Kebetulan di kota ini sudah tersedia rental motor yang terpercaya. Namanya Palembang Motorbike Rental. Aku lupa berapa harga sewanya per hari, yang jelas terjangkau. Prosedurnya juga mudah. Motor yang kami sewa diantarkan langsung ke penginapan. Helm dan perlengkapan lainnya juga sudah disiapkan oleh pihak rental.
Jakabaring
Ini adalah tempat wisata pertama yang kami kunjungi di Palembang. Jakabaring merupakan areal stadion dilengkapi berbagai fasilitas olahraga lainnya. Lokasi ini merupakan salah satu tempat dilaksanakannya Asian Games 2018.
Di sini ada danau buatan yang sangat luas. Kami berdiri di tepinya berapa waktu merasakan hembusan angin yang menyejukkan. Setelah mengambil beberapa dokumentasi di sana, kami baru berkeliling mengitari kawasan ini dengan sepeda motor.
Yup, kawasan ini sangat luas. Bakal kelelahan banget kalau keliling dengan jalan kaki. Seingatku, pengunjung saat itu lumayan ramai. Ada banyak pengunjung termasuk yang hendak jalan-jalan sore sekaligus berolahraga ringan.
Jembatan Ampera
Ini ikon kota Palembang banget. Berdasarkan Wikipedia, jembatan ini telah berdiri sejak tahun 1965. Ampera yang merupakan singkatan dari Amanat Penderitaan Rakyat, membentang melintasi sungai Musi. Aku mengunjungi jembatan ini dua kali: ketika malam dan siang. Suasananya lebih ramai malam hari. Ada banyak pula penjual makanan yang memadati area ini saat malam kala itu.
Kuto Besak
Kuto Besak merupakan benteng yang terletak di kota Palembang. Lokasinya dekat dengan tepi sungai Musi dan Jembatan Ampera. Jadi saat berkunjung ke Ampera, bisa sekalian melihat benteng ini.
Kuto Besak memiliki areal lapangan yang lumayan luas, bersih dan juga rapi. Area ini juga ramai sekali kala malam hari. Dipadati oleh pengunjung serta pedagang yang berjualan dan telah dilengkapi dengan penerangan yang baik.
Kalau tidak salah ingat, saat itu kami memang bisa melintasi area pelataran depan (di luar pagar) benteng ini. Untuk masuk ke dalamnya, tidak bisa sembarangan. Sebab benteng ini telah beralih fungsi menjadi markas angkatan bersenjata. Koreksi jika salah, ya.
Monpera
Merupakan singkatan dari Monumen Perjuangan Rakyat. Lokasi Monpera masih berdekatan dengan Benteng Kuto Besak serta Jembatan Ampera. Jadi bisa sekali jalan.
Monumennya lumayan besar (bisa lihat perbandingan antara monumen dan pengunjung di bawahnya). Di bagian tengah ada instalasi burung garuda simbol negara kita juga dengan ukuran yang lumayan besar.
Sementara itu, di bagian depannya (saat itu) masih berupa tanah lapang. Kondisi bersih dan sudah dipasangi konblok. Aku dan Ez berkunjung ke sana tengah hari. Panas menyengat, euy. :D
Ada sejarah terkait keberadaan monumen ini. Jika teman-teman tertarik bisa browsing saja. Oh ya dengar-dengar kawasan ini telah "dipercantik", dilengkapi fasilitas tambahan sehingga makin ramah pengunjung.
Punti Kayu
Kami mulai bingung mau jalan kemana lagi akhirnya coba cari insight di Instagram. Lalu ketemulah objek wisata satu ini.
Namanya Punti Kayu, merupakan kawasan hutan kota dengan pohon pinus sebagai tanaman utama. Jadi area hutan kota ini disulap menjadi lebih friendly. Dalam artian dilengkapi dengan beragam instalasi landmark dunia (piramida mesir, menara eiffel, patung liberty, dsb) serta beragam wahana wisata lainnya. Kondisinya saat itu masih bagus dan lumayan ramai pengunjung. Tidak tahu sekarang apakah ada perubahan atau bagaimana.
Jembatan Musi II
Sebelum berangkat pulang ke Jambi, aku dan Ez sempat keliling kota hingga sampailah di area "kota tua". Aku kurang tahu bagaimana menyebutnya, yang jelas di daerah ini ada banyak rumah panggung tradisional Sumatera Selatan. Kawasan ini mirip daerah Seberang Kota Jambi.
Pemandangan tersebut terasa menyegarkan karena nuansa yang ditawarkan tentu berbeda dengan daerah kota. Bangunan, jalan, dan suasananya punya ciri khas sendiri. Sempat kulihat pemandangan petugas keamanan yang berpatroli dengan sepeda. Meski lupa namanya, tidak sia-sia sudah ngebolang sampai ke kawasan ini.
Setelah menyusuri area tersebut, kami sampai di Jembatan Musi II. Jembatan ini tampak jauh lebih luas dan lebar (ada dua jalur terpisah) daripada jembatan Ampera. Jembatan ini bukan tipikal yang cocok untuk wisata sebab banyak dilalui truk dan kendaraan yang melintas dengan kecepatan tinggi.
Fotoku di atas bukan sesuatu yang patut ditiru. Seharusnya kami tidak berhenti meski pemandangan matahari sorenya cantik sekali.
Saatnya pulang ke Jambi
Selain mengunjungi tempat wisata di atas, kami juga menyempatkan diri keliling kota Palembang. Melewati jalan-jalan rayanya. Mengunjungi Gramedia World, pasar barang bekas, makan pempek di dekat jalan layang, dan banyak lagi.
Jalan-jalan kota Palembang lebih besar tentunya dari jalan di Kota Jambi. Meski bertetangga, kota ini jauh lebih terkenal, hehe.
Liburan kami di sini lumayan singkat. Yakin sih ada banyak tempat lain yang belum sempat dikunjungi seperti kemegahan Al Quran Al Akbar (Al Quran terbesar di dunia); keindahan Pulau Kemaro (pulau kecil di sungai Musi); suasana Taman Purbakala Sriwijaya, dll. Ya, semoga lain kali bisa liburan kembali ke kota ini.
Kami memutuskan pulang ke Jambi dengan armada berbeda. Mobil yang dinaiki semacam minibus (bukan mobil pribadi). Angkutan ini terasa lebih nyaman. Mungkin karena getarannya tidak terlalu kentara saat pak supir berbelok ataupun mengerem. Tidak bikin mabuk darat (tapi tetap konsumsi obat anti mabok, haha).
Yup, begitulah cerita jalan-jalanku bersama Ez di kota Palembang. Terasa seperti nostalgia saja sebab sudah bertahun yang lalu. Inilah akibatnya kalau suka menumpuk ide bukannya langsung dituliskan. :D
Palembang jadi salah satu kota yang punya kenangan tersendiri untuk saya. Membaca postingan ini rasanya memori kembali lagi ke jaman muda dulu, sewaktu masih tinggal disana. Terakhir kesana tahun lalu tapi gak sempat keliling. Jadi pengen kesana dan nostalgia ke tempat2 dulu hehe
ReplyDeleteHehe semoga terwujud ya kak. Pandemi juga udah bisa dibilang pergi. Travelling jd lebih mudah dari sebelumnya. Yakin deh sekarang banyak yang sudah berubah dari kota ini. 😉
DeleteDateng kesini merasa terpanggil nih 🤣 Setelah liat-liat ya ampun ternyata aku sendiri yang dari Palembang tuh udah lama banget gak datang ke tempat2 yang Mba share ini, mungkin karena aku orang sana kali ya padahal ya aku juga merantau sih hahaha jadi udah bisa dibilang jarang banget di rumah. Pas liat ini jadi kangen, dulu kalo ada acara sekolah pasti dateng ke tempat-tempat yang Mba sebutin itu, kayaknya aku sendiri udah gatau gimana nih kabarnya tempat-tempat itu sekarang
ReplyDeleteOalah, kak Tika wong Palembang yo. Pacaklah ngirup cuko haha.
DeleteKayaknya banyak banget yang sudah berubah. Palembang juga termasuk kota besar di Sumatera. Kemungkinan besar makin bagus deh.
Cuss pulkam kak biar terobati nostalgia nya 😄
Sampe skr, kota favoritku Krn kulinernya yg enak, masih tetep dipegang Palembang 😄😄😍. Trakhir kesana sebelum pandemi, dan 4 hari kami berdua cuma wiskul mba. Ga tertarik blaaas datangin wisata nya hahahahaha. Kami berdua tergila2 pempek, laksan, Burgo,, celimpungan , mie celor dkk 🤣🤤. Itu aja masih kurang, makanya udah niat mau bawa mobil sendiri ke Palembang lagi, mumpung tol baru udah jadi kan 😄
ReplyDeleteEh kita sama, kalo naik darat ke suatu tempat, aku menghindari bgt yg namanya makan, takut mual. Tapi aku cukup sekali naik travel mba, kapok. Mendingan naik mobil sendiri, jadi setidaknya ga ngerasa jijik dan ga harus gabung Ama orang lain. Soalnya sekali ada yg muntah di travel, percayalah itu nular ke aku 🤣.
Haduh...jadi ngiler baca kulinerannya kak. Kebetulan suka juga dengan makanan2 ituhh. Yummy. 👍
DeleteIya nih dengar kabar, tol nya dari ujung lampung ke palembang sdh beres. Seandainya yg bagian Palembang-Jambi juga segera disiapin. Makin mudah akses ke sana. Dan juga akses sampai ke luar sumatera.
Haha, iya kak. Ampun2an emang kalau naek travel. Seperti menyiksa diri. Apalagi kalau dapet supir yg gak enak. Sering dapet yg gitu sih. Kalau ada pilihan lain lebih baik gak pake mobil travel lagi.