November 2021: Drama Perjalanan Batam - Jambi

Nah, saatnya pulang ke Jambi. Opsi pulang masih harus lewat provinsi tetangga, demi menghemat keuangan. Jadi kami akan terbang dari Batam ke kota tersebut. Lalu lanjut jalan darat ke Kota Jambi.

Berkaca dari pengalaman sebelumnya, pulang lewat Palembang dan Pekanbaru melelahkan dan ada resiko mabuk perjalanan sebab mau tidak mau pakai mobil travel. Ez keukeuh buat pulang lewat Padang dimana bakal lanjut lewat bus.

Sebenarnya saya sudah kapok berurusan dengan jalan darat ini terutama jika naik transportasi umum. Khusus bus, saya merasa lelah karena perjalanan pulang pergi Jogja kapan tahun itu. Namun opsi bus jauh lebih baik sebab lebih tahan guncangan dan lumayan stabil buat tubuh yang mudah mabuk di jalan ini.

Lagi, Perkara PCR

Sungguh cobaan buat pelaku perjalanan di masa Covid 19. Harga tiket pesawat yang melonjak. Ditambah peraturan PCR saat menaiki transportasi udara masih berlaku. Harus sudah lengkap dua kali vaksin tentunya. Perkara PCR sebelum terbang ke kota Padang terjadi lagi.

Beberapa hari sebelum tanggal kepulangan, Ez telah survei lokasi terdekat untuk PCR. Mengingat motor telah terjual, otomatis kami tidak punya akses kendaran kecuali pesan via online.

Kami temukan satu tempat tidak jauh dari kontrakan. Petugas di sana pun mengiyakan bisa fasilitasi PCR dimana datanya terhubung dengan aplikasi Peduli Lindungi. Hasilnya juga keluar cepat. Intinya diakui dan bisa digunakan untuk syarat penerbangan.

Selesai ini itu termasuk pamit dan kembali menitipkan kunci rumah kepada pak RT (pemilik rumah bisa ambil kuncinya di sana), kami pun memesan taxi online. Dalam hitungan menit, kami sampai ke lokasi dan apa yang terjadi? Yup! Benar sekali. Zonk.

Pemilik tempat tersebut menolak dan bilang tidak lagi menyediakan PCR buat syarat terbang. Padahal baru dua hari lalu mengiyakan. OMG! Rasa ingin berkata kasar. Salahnya kami juga tidak menyiapkan lokasi PCR cadangan. Kami pun bertanya dimana kira-kira bisa ambil PCR di dekat sini.

Syukurlah, lokasinya tidak begitu jauh. Mungkin karena lokasi kami sudah dekat area bandara jadi ada satu klinik yang menyediakan PCR sekaligus sudah terhubung dengan aplikasi serta hasilnya bisa cepat didapat.

Kami berjalan kaki dari lokasi pertama ke lokasi kedua. Sudah ada antrian namun syukurlah belum begitu ramai. Setelah selesai PCR langsung cari sarapan. Ransel terasa sungguh berat di pundak. Ya sudahlah, jalani saja.

Oh ya sempat pula mampir ke toko kue. Beli oleh-oleh dulu. Belum tahu kan kapan lagi bakal ke Batam. Bagaimana pun kota ini bakal selalu kami rindukan.
Baca juga: Ragam Kuliner Kota Batam, Bisa Buat Oleh-oleh

Delay Lagi!

Akhirnya tiba di bandara. Setelah check-in dan blabla lainnya, kami bisa santai menunggu pesawat boarding. Yang ternyata delay donks.

Sudah tahu lah ya maskapai apa yang sering delay. Dan kami naik itu. Mengapa? Mereka punya jam terbang yang bagus dan cocok dengan jadwal kami. Selain itu tiketnya lebih murah. Tapi ya itu, suka delay.

Gak masalah delay kalau gak ada yang dikejar. Ibarat naik pesawat terus sampai bandara tujuan lalu keluar naik kendaraan, sampai deh di rumah. Tapi delay kali ini bisa menjadi masalah buat kami.

Ada bus yang harus dikejar. Sampai di bandara Padang tidak bisa leyeh-leyeh. Kudu segera cari grab lalu meluncur ke pool bus. Kalau tidak byebye. Hangus tiket bus kami. Dan delay nya sampai dua jam donks.

Sampai bosan menunggu. Plus deg-degan perihal bus. Jarak antara bandara internasional Minangkabau dan pool bus NPM sekitar satu jam kala jalanan ramai. #sigh

Beli Tiket Lewat Aplikasi RedBus

Omong-omong, tiket bus telah kami pesan beberapa hari sebelum berangkat. Kami pesan melalui aplikasi Red Bus. Bisa bayar di loket (tanpa transfer). Jam keberangkatan 17.30 WIB. Diharapkan untuk memastikan keberangkatan 15 menit sebelumnya.

Bus Padang-Jambi hanya ada satu kali keberangkatan. Rencananya kami naik bus Sabtu sore dengan harapan Minggu pagi telah sampai di Jambi. Jika kami ketinggalan bus mau tidak mau harus menginap lagi semalam dan itu menghabiskan waktu dan bikin lelah. Ez harus kerja hari Senin.

Perkara delay pesawat tadi membuat kami tiba di bandara Internasional Minangkabau terlambat. Mau tidak mau harus kejar-kejaran agar tidak telat ke loket bus. Syukurlah pak sopir grab yang kami order paham situasi dan lumayan ngebut, wkwk.

Sampai di loket sekitar jam lima sore. Bayangkan, dalam setengah jam tiket bus bisa bubye. Setelah konfirmasi dan pembayaran, kami meluangkan waktu untuk makan. Ada rumah makan di dekat situ. Cuma perlu menyebrang dan jalan kaki sedikit.

Kami makan dengan agak terburu-buru. Ya sudah lah. Alhamdulillah enak dan memang lapar. Jadi lahap deh makannya. Saat jalan kaki kembali ke loket, bus terlihat memasuki pool. Bus berangkat tepat waktu. Mantap.

Jalan Darat via Bus Lintas Provinsi

Selain masalah mabuk perjalanan dan waktu tempuh yang lama, hal lain yang bikin saya pribadi kurang suka jalan darat adalah keleluasaan yang kurang. Tidak leluasa untuk bergerak. Apalagi untuk buang air kecil.

Saya pernah baca kalau safar atau bepergian itu bagian dari azab. Begini kutipan hadits-nya:

Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW bersabda: “Safar adalah bagian dari adzab (siksa). Ketika safar salah seorang dari kalian akan sulit makan, minum dan tidur. Jika urusannya telah selesai, bersegeralah kembali kepada keluarganya.” (HR. Bukhari no. 1804 dan Muslim no. 1927). [Sumber https://rumaysho.com/2671-safar-bagian-dari-adzab.html]

Apakah perjalanan pulang dengan bus kali ini akan mulus? Itulah harapan saya dan tentunya penumpang lainnya. Namun ternyata, tidak.

Butuh sekitar tiga jam perjalanan lagi untuk tiba di Kota Jambi (tepatnya kami sudah sampai di pinggiran kabupaten Bungo). Saat itu menjelang subuh dan bus kami menepi alias berhenti cukup lama. Saya tidak ingat persis. Mungkin jam tiga malam.

Hingga matahari terbit, bus tidak juga beranjak. Padahal estimasi sekitar jam tujuh pagi sudah sampai di loket Jambi. Ada apakah gerangan?

Pak sopir dan kernetnya terlihat sibuk. Penumpang lain mulai turun. Ada yang mencari tahu. Ada juga yang ingin meregangkan tubuh. Ada yang cari sarapan dan toilet. Saya dan Ez juga demikian.

Ternyata bus kami mengalami pecah klahar (laher/laker/bearing). Mungkin pembaca ada yang lebih paham itu apa. Yang jelas roda bus bagian depan sebelah kanan bermasalah.

Untuk memperbaikinya butuh bengkel. Dan tidak ada bengkel yang buka subuh buta. Jadi begitulah. Semoga pembaca bisa membayangkan situasinya.

Mau marah pun percuma. Mau mengeluh capek pun tidak bisa. Pulang lewat Padang dengan naik bus sudah disepakati jauh hari. Kesimpulannya kami tiba di loket bus alias kota Jambi sekitar pukul lima sore. Bus terlambat hampir seharian.

Selesai mengurus barang bawaan keluar dari bagasi bus, saatnya memesan grab/gocar. Masih perlu sekitar setengah jam lagi untuk sampai rumah. Alhamdulillah urusan mengosongkan kontrakan di Batam telah selesai.

Alhamdulillah, Sampai Tujuan

Ada awal, ada akhir. Dengan segala kesulitan serta kemudahan, misi mengosongkan kontrakan pun selesai. Tidak pernah mengira kalau setelahnya saya akan lebih banyak lagi menghabiskan waktu di rumah. Baby Er hadir melengkapi keluarga kecil kami.

Dari perjalanan ini ada hal baru yang saya alami. Diantaranya momen berjualan di grup Facebook itu. Setelah ini saya mulai mencicil keluar dari banyak akun grup jual beli yang telah saya ikuti sebelumnya. Biar lebih privasi saja dan bersih-bersih akun.

Adapun satu pelajaran yang bisa saya ambil adalah berhemat memang baik. Namun membeli kemudahan di saat kita memang mampu, juga merupakan hal baik. Kalau bisa, saya tidak mau menderita lagi di perjalanan. Apalagi ada baby Er yang kenyamanannya juga harus saya prioritaskan.

Momen yang telah berlalu menjadi sebuah pengalaman. Semoga bisa memberi manfaat khususnya untuk kehidupan kami kedepannya. Sampai jumpa di cerita perjalanan lainnya.

Comments

Popular posts from this blog

Tidaakk!!

Apa yang bisa dilakukan di Hago Farm

Pohon Sukun Meranggas