Kucing Baik Hati
Kucing-kucing liar mudah ditemukan di sekitaran rumah di Jambi. Kucing liar atau kucing kampung dengan tipikal tubuh ramping, bulu pendek, gesit dan mandiri tentunya (pintar cari makan sendiri, hehe). Ada aneka macam warna dan corak bulunya. Mulai dari oranye, abu-abu (taby), putih bersih, hitam legam, hingga yang calico (tiga warna).
Saat masih di sana, aku beberapa kali mengamati tingkah pola mereka. Salah satunya akan kuceritakan di postingan ini. Bisa dibilang ini tentang kasih sayang seekor kucing oranye betina terhadap anak-anaknya.
gambar unsplash |
Kucing tersebut diberi nama Nenek oleh salah seorang sepupuku. Nama tersebut menyebar dan secara tidak langsung sah menjadi namanya. Selain matanya yang indah karena berwarna (seperti) biru gelap alih-alih hijau terang, aku kagum dengan keahliannya mengurus anak-anaknya.
Aku tidak tahu pasti ada berapa anak yang dia punya saat itu. Namun yang paling sering terlihat ada dua. Pertama anaknya yang berwarna kuning terang dan satu lagi yang belang tiga. Anak yang belang tiga ini mewarisi mata si Nenek. Lucunya anak-anaknya itu kemudian berteman dengan satu kucing lainnya. Maksudnya bermain bersama anak kucing liar yang ditinggal oleh induknya.
Suatu kali, Nenek dengan badannya yang kembali ramping setelah melahirkan dua anak kucing lucu tadi, sedang menungguku selesai makan dengan sabar. Nenek selalu begitu. Ketika melihat ada yang mau makan, dia akan duduk di dekat kaki orang tersebut lalu berbaring. Kepalanya di taruh di punggung kaki orang yang lagi makan tersebut.
Tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Nenek memang paling irit suara. Aku rasa ada masalah dengan tenggorokannya. Tapi yang pastinya, cara Nenek minta makan memang lebih kalem dan sabar.
Setelah selesai makan, Nenek pun mengikutiku ke belakang. Aku menyisakan tulang ayam untuknya. Dia lalu makan.
Tak lama kemudian kulihat dia menggigit satu tulang dan dibawanya pergi. Aku mengikutinya karena kupikir dia akan memindahkan tulang itu dan makan di ruangan lain. Di rumah ini, kucing tidak boleh di kasih makan selain di dapur.
Kulihat Nenek masih membawa tulang itu di mulutnya. Dia terus berjalan hingga mendekati pintu. Kemudian dia pun melompat keluar rumah.
Di luar rupanya ada dua anaknya yang lucu itu. Ya, ampun, manis sekali melihat tingkah polanya si Nenek.
Tulang yang dibawanya tadi ditaruhnya di lantai dekat anak-anaknya. Ternyata Nenek tidak memakannya sendiri. Dia membawakan tulang itu untuk anak-anaknya. Mereka pun mulai makan.
Kejadian itu sudah lama berlalu. Namun lumayan membekas di ingatan. Sebab kesempatan menyaksikan secara langsung hewan menunjukkan kasih sayang mereka terhadap anak-anaknya secara alami seperti itu tidak terjadi setiap hari.
Submitted to:
One Day One Post - Indonesian Content Creator (402 kata)
Comments
Post a Comment