Dalam Dekapan Jarak
“Gak
mungkin! Rian gak mungkin seperti itu. Jangan bawa Rian! Riaannn…”
Niya
terbangun dengan napas terengah. Butiran peluh mengalir di dahinya. Mimpi tentang
Rian telah membuatnya kembali terjaga. Ternyata ia tertidur saat mengerjakan
tugas Pak Hendra, dosen Bahasa Inggrisnya.
Niya
meringis sejenak menghalau pusing yang sempat hinggap di kepala. Ia ingin
beringsut ke tempat tidur namun kelip lampu kecil di tepi laptopnya membuatnya
mengurungkan niat. Mimpi yang membuatnya terjaga tadi kembali melintas. Niya mengulurkan
tangannya, layar laptop pun kembali menyala.
Sketsa oleh Carolina Ratri. Diambil dari sini |
Niya
termanggu. Airmatanya mulai menetes. Matanya memandang penuh rindu. Ya, rindu
yang dengan susah payah ia bendung. Rian masih tersenyum lewat fotonya yang terpajang
sebagai wallpaper di layar laptop Niya. Andai Rian benar ada di dekatnya,
pastilah ia sudah menghapus airmata yang saat ini menderas di pipinya.
“Happy Birthday, Sayang!” Rian merangkul tubuh
mungil Niya dengan lembut.
“Makasih, ya!” ucap Niya tanpa bisa menahan
senyumnya.
“Kalau begitu, sekarang kamu harus tutup
mata dulu!”
“Eh, kenapa aku harus tutup mata?” ujar Niya
“Sshhh, pokoknya tutup mata dulu!”
Hmm, Niya menghela napas. “Okay!”
Rian lalu mengeluarkan sebuah kotak kecil beludru
hitam dari kantongnya. Ia lalu membuka kotak itu dihadapan Niya. Sebuah cincin
putih bertengger manis di dalamnya.
“Sekarang kamu boleh buka mata!”
“Sayang, ini…” sebelum Niya mampu
menyelesaikan kata-katanya, Rian dengan lembut memasangkan cincin itu di jari
manis Niya.
“Kamu suka, kan?”
“Iya. Tapi ini pasti mahal.”
“Hmm, nggaklah. Kemarin bisnisku lagi
bagus-bagusnya. Jadi aku punya sedikit uang untuk membeli ini.”
Adegan itu
kembali terulang di benak Niya. Selama ini yang ia tahu, Rian bekerja meneruskan
bisnis Ayahnya. Rian begitu lembut dimatanya. Namun dua minggu kemudian Rian
tertangkap tangan dan tidak bisa mengelak.
Dua puluh
tahun jarak yang kini terbentang diantara mereka. Dua puluh tahun sesuai vonis
yang Hakim jatuhkan. Rian terbukti sebagai pengedar barang haram. Dan kini ia mendekam
di Pulau Buangan. Meski begitu, Rian tetap hidup dan istimewa di hati Niya.
Niya
mengusap cincin Rian di jari manisnya. “Cinta ini meluruhkan logikaku. Wahai
jarak yang terkutuk, enyah kau oleh rinduku!”
Monday
Flash Fiction. Prompt #61: Jarak yang Terkutuk. (330 kata)
Comments
Post a Comment