Tentang Anak-anak si Tabby
Tabby adalah sebutanku untuk seekor kucing betina dengan bulu bercorak loreng abu-abu. Kucing ini pernah beberapa waktu singgah ke rumah dan berinteraksi denganku dan keluarga. Sebutan "Tabby" ini hanya digunakan untuk keperluan posting blog saja. Aku tidak pernah memberi nama yang spesifik untuk kucing betina tersebut.
Tabby sendiri sejatinya bukan kucingku. Suatu kali dia datang meminta makan. Karena dikasih, dia pun ingat kalau di rumah ini dia bisa mendapatkan makanan. Hingga entah bagaimana perut Tabby menggendut dan dia pun melahirkan di halaman belakang rumah.
Nah, sebelum cerita soal anak-anaknya yang dilahirkan di rumah ini, aku mau cerita sedikit soal tabiatnya (sepengetahuanku saja sih).
Tabby si Kucing Gesit
Tabby meski kucing betina namun dia terbiasa hidup di luar alias agak liar. Tubuhnya tidak besar namun gesit alias lincah. Bulunya lumayan terawat dan jarang terlihat lemas atau sakit-sakitan. Tabby jago berburu tikus ataupun cicak dan mau makan hasil buruannya tersebut.
Jadi dengan skill berburunya itu, sebenarnya tidak sering juga dia datang ke rumah minta makan. Cuma ketika hamil dan mau beranak, dia tampaknya melihat rumah ini potensial alias aman untuk tempat anak-anaknya nanti.
Ini foto Tabby. Haha, aku tidak punya foto yang bagus. Layaknya kucing yang sudah nyaman sama manusia yang dikenalnya, Tabby tidak malu/waspada saat menunjukkan perutnya di foto tersebut.
Oh ya, meski agak liar, Tabby ini mengerti mengurus anak-anaknya. Cerita tentang anaknya tersebut (yang dilahirkan di rumah ini) rasanya menarik untuk dibagikan. Kebetulan sudah lama juga aku tidak menulis postingan tentang hewan-hewan di sekitarku.
Tabby Beranak Empat
Jadi Tabby melahirkan empat ekor anak. Semua corak bulu mereka mirip dengannya. Dengan kata lain, anak-anaknya tersebut juga berwarna abu-abu serta tergolong jenis kucing Tabby juga. Mungkin Bapaknya abu-abu loreng juga nih.
Layaknya induk, Tabby tidak abai dalam menyusui anak-anaknya. Aku lupa untuk berapa lama. Yang jelas keempat anaknya tersebut tidak ada yang mati saat masih bayi. Mereka tumbuh dan bisa berjalan.
Bahkan akhirnya bisa bermain, berlompatan khas anak kucing. Nah, di saat itu, Tabby mulai menjauh. Entah ada kesibukan apa atau memang beginilah "adatnya". Anak-anaknya ditinggal di halaman belakang rumahku. Sementara dia hanya sesekali datang menjenguk.
Semua anak Tabby berkelamin jantan. Apa itu berpengaruh terhadap tingkah laku Tabby yang mulai hilang timbul? Entahlah. Namun aku merasa senang dan tersentuh juga ketika Tabby menjenguk anak-anaknya. Biasanya dia datang sambil membawa tikus. Mungkin sekalian mengajari anaknya untuk makan daging. :D
Karakteristik Anak-anak Tabby
Keempat anaknya menjadi penghuni halaman belakang rumah. Berlari-lari, berlompatan hingga latihan memanjat pohon. Di halaman saat itu ada sebuah meja hitam kecil yang tidak terpakai. Kalau malam, mereka tidur berhimpitan di meja tersebut.
Meski memiliki loreng abu-abu yang khas, kalau diperhatikan, masing-masing anaknya tersebut memiliki kedalaman warna yang berbeda-beda. Begitu pula dengan bentuk dan ukuran tubuh serta karakternya. Berikut urutan mereka dari yang terbesar hingga terkecil.
Anak Pertama
Ini sebutanku untuk anak Tabby yang paling besar, paling lincah, dan paling keren warna dan corak bulunya. Tubuhnya memanjang dan ramping. Bulunya abu-abu tua dan mengkilap. Kalau ibaratnya manusia, anak pertamanya ini bisa dibilang tampan dan atletis, haha.
Anak pertama ini juga ekspresif. Beberapa kali dia mengajak main (atau mungkin minta makan) sambil menggigit kecil kakiku jika aku sedang mencuci baju di halaman belakang. Dia tidak malu/takut. Selain itu gemar pula menjelajah. Area mainnya tidak hanya halaman belakang, bahkan sampai halaman depan. Dia ingat jalur untuk mengelilingi rumah dan pintu masuknya.
Anak Kedua
Anak Tabby yang ini hampir mirip dengan Anak Pertama. Baik dari bentuk tubuh, warna bulu, hingga karakternya. Jika Anak Pertama 100%, maka boleh dibilang Anak Kedua 85% keren.
Tabiatnya juga hampir mirip. Anak ini aktif, suka penasaran sama sesuatu di sekitarnya. Aku belum pernah sih melihatnya berkeliaran selain di halaman belakang. Dan tidak banyak juga interaksi dengan Anak Kedua ini. Namun citra dirinya yang bisa kutangkap, hampir menyamai Anak Pertama.
ilustrasi - unsplash |
Anak Ketiga
Dua anak sebelumnya ramping dan atletis, anak ketiga agak berbeda. Yang ketiga ini kulihat postur badannya lebih pendek dan lebar. Mungkin teman pembaca pernah melihat kucing jantan yang agak gembul dengan pipi lebar. Kira-kira mirip seperti itu.
Bulunya juga lebih muda warnanya dan tidak mengkilap seperti dua abangnya. Sekilas tampak kusam namun karena badannya berisi, jadi tidak tampak menyedihkan.
Anak kucing yang ini tidak malu berdekatan denganku. Kebiasaannya itu mengejar minta makan. Setiap ada kesempatan selalu mendekat dan mengusapkan kepalanya ke kakiku. Dia juga suka main ke dapur lalu keluar rumah. Areanya cuma sampai dapur tetangga sebelah rumah. Rasanya tidak pernah melihat dia main hingga ke teras.
Anak Keempat
Bisa dibilang Anak Keempat adalah yang terkecil dari semuanya. Warna bulunya terlihat kusam. Bukan karena tidak terurus tapi campuran warnanya yang membuat kesan demikian. Awalnya kukira betina karena ukurannya beda jauh dengan saudaranya yang lain.
Sebab kurus tersebut, tulang belakangnya terlihat lengkungannya. Begitu juga dengan rusuknya, dapat terlihat saat berjalan. Aku menduga dia jadi begini sebab kalah bersaing dengan para abangnya. Kalau ada makanan, dia lebih suka menyingkir. Setelah yang lain makan, dan ada sisa baru bagian itu dia ambil.
Sifatnya juga agak pemalu. Dia tidak mendekati atau mengajak main aku dan anggota keluarga lain. Dia juga tidak suka keluar rumah dan menjelajah. Cukup dapur dan halaman belakang saja.
Tragedi atau Takdir
Aku tidak menghitung berapa lama sejak mereka lahir hingga peristiwa itu terjadi. Seingatku mereka memang masih kecil namun sudah bisa main sendiri. Induknya juga sudah tidak lagi menyusui mereka dan hilang timbul keberadaannya.
Pagi itu, mungkin sekitar jam tujuh pagi, aku sempat melihat mereka berempat bermain sama-sama. Lalu dua atau tiga jam berikutnya aku ada keperluan ke halaman belakang. Nah di saat itulah aku melihat Anak Pertama mondar mandir di dekat baskom hitam kecil.
Saat aku mendekat, rupanya baskom tersebut terisi air separuh. Dan ada anak kucing yang mati di dalamnya. Anak Kedua, entah mati tenggelam atau kehabisan napas. #sedih
ilustrasi - unsplash |
Aku lupa siapa yang mengangkat badannya. Yang jelas dikeluarkan dari baskom dan diletakkan dekat meja kecil sementara sebelum dikubur. Di saat itu Anak Keempat datang dan menjilati badan serta kepala abangnya tersebut. Mungkin bermaksud membangunkannya. Adegan ini melekat di benakku.
Entah berapa lama waktu yang dibutuhkan kucing untuk berduka. Yang jelas hari berganti dan tiga anak lainnya melanjutkan hidup mereka. Ibunya alias si Tabby masih suka datang sesekali.
Anak Pertama semakin bertumbuh besar. Begitu pula dengan Anak Ketiga. Sementara Anak Keempat berkebalikan. Tampak kecil dengan tulang punggung dan rusuk yang masih terlihat di balik bulu kusamnya.
Suatu kali Anak Pertama main di luar hingga malam. Entah bagaimana, kali itu dia tidak tidur di halaman belakang. Baru keesokan paginya, saat pintu terbuka, dia kembali. Tidak terlihat ada yang aneh. Dan hari pun kembali beranjak malam.
Esoknya (kalau tidak salah ingat) Anak Pertama ditemukan tidak bernyawa. Badannya kaku, tergolek di meja hitam. Aku tidak terlalu ingat apa yang dilakukan oleh dua anak kucing lainnya sebab terkejut. Anak kucing yang begitu sehat, kuat, bersemangat, dan "cantik", mati di usia semuda itu.
Asumsi Emak, kemungkinan dia salah makan sewaktu tidak pulang kemarin. Semacam tidak sengaja teracuni. Kasihan sekali dan bikin sedih.
Namun kehidupan terus berlanjut. Apakah ini yang dinamakan seleksi alam? Serupa takdir yang telah ditetapkan dan harus dijalani.
Boleh jadi aku terlalu mendramatisir. Namun sejak kematian kedua saudaranya, tingkah Anak Ketiga mulai aneh. Semacam depresi dan beberapa kali terjebak di dapur tetangga sebelah rumah.
Lalu sekitar dua atau tiga hari kemudian (kalau tidak salah ingat), anak kucing tersebut pulang ke rumah dalam keadaan sakit. Badannya bergetar dan kehausan. Dia mencari tempat dingin dan seperti tidak nafsu makan.
Keesokan harinya, badannya telah kaku terbaring di meja hitam. Yup, Anak Ketiga pun pergi. Tinggal seekor lagi yaitu Anak Keempat. Mengingat badannya yang kurus dan sifatnya yang pemalu, apakah anak ini bisa bertahan hidup? Atau akan segera menyusul ketiga saudaranya?
Kondisi Anak Keempat
Foto ini diambil sekitar tahun 2019. Aku tidak tahu pasti, mungkin sekitar satu-dua tahun setelah Tabby beranak. Ini kondisi Anak Keempat kala itu. Terlihat masih kurus namun jika pernah melihatnya saat saudaranya yang lain masih hidup, Anak Keempat ini sudah jauh berkembang.
Termasuk juga karakter pemalunya itu. Dia sudah mau berinteraksi denganku ataupun anggota keluarga yang lain. Meski saat itu masih enggan keluar rumah. Serta masih takut kalau ada orang/tetangga yang bertamu ke rumah. Dia memilih kabur alias sembunyi.
Dan ini foto terbarunya. Semakin tampak jelas perkembangannya. Boleh dibilang Anak Keempat sudah beranjak remaja, haha. Badannya gembul. Pipinya lebar. Warna bulunya tidak lagi kusam dan kering. Makannya semakin banyak dan sering.
Anak Keempat juga sudah semakin pintar main keluar rumah. Kalau ada kucing betina, sudah mulai genit, haha. Entah sebab karakternya yang lembut dan tidak agresif, aku sering khawatir kalau melihatnya hendak berkelahi dengan kucing jantan lain.
Biasanya dia juga akan menghindar. Justeru dengan anak kucing dan kucing betina, Anak Keempat ini menunjukkan sikap yang bersahabat. Dia pernah mengajak mereka masuk ke rumah ini. Atau kalau ada makanan, dia mau berbagi. Walaupun anak kucing yang ditemui berkelamin jantan, misalnya, dia tidak mengusir. Malah mendekat dan duduk di dekatnya.
Sedikit Telaah
Rahasia kehidupan memang tidak ada yang tahu. Jangankan kehidupan manusia, kehidupan kucing saja tidak tertebak. Siapa yang menyangka kalau yang terlemah dan paling terlihat menyedihkan, justeru yang itulah diberi umur panjang alias kesempatan untuk hidup lebih lama.
Meskipun lambat, namanya makhluk hidup, pasti mengalami perkembangan. Baik secara fisik maupun mental. Melihat Anak Keempat sejak dia masih bayi sampai sekarang, mendapati tabiatnya berubah menjadi lebih sosial dsb, terasa menakjubkan.
Bagaimana menurut pembaca semua? Silahkan tulis di kolom komentar ya. Have a nice day!
wah ceriat yang menarik. memang adat hewan begitu kalau anaknya sudah mandiri dia akan gak perhatian lagi, dilepas sedikit2 agar mereka mandiri tanpa ibunya
ReplyDeleteKalau di kita kae kasihan gitu. Masih muda sudah ditinggal. Padahal mungkin bagi dunia kucing, itu sudah cukup umur buat belajar mandiri, hehe.
DeleteKisah anak keempat ini persis banget sama Broni, kucing di lingkungan rumahku ><
ReplyDeletePas pada masih kecil dia yang paling lemah, kurus, sering bersin-bersin, ingusan terus. Matanya belekan. Pokoknya beda banget sama sodara2nya.
Eh nggak taunya cuma Broni yang masih diberi kesempatan untuk hidup sampai sekarang. Yang paling bikin pangling nih, sekarang Broni udah cakep banget. Sehat bugar, nggak kurus lagi, terus bersih matanya, nggak sakit2an lagi.
Memang bener banget ya kak, nggak ada yang tau rahasia kehidupan kecuali yang di atas
Lah iya hampir mirip. Malah lebih parah kondisi Broni kecil. Ending-nya yg paling lemah dan tidak meyakinkan malah yang survive. Ada2 aja ya cerita hidup. Memang gak tertebak. Terserah Tuhan mau menetapkan takdirnya gimana.
DeleteAsik mbak cerita tabby...aku sebenernya suka kucing. Aku punya 1 dan suka kukasih makan di samping rumah. Tp akibatnya jd banyak kucing datang (total ada 6) dan "menetap" di samping rumahku. Trus aku jd pening sendiri ..
ReplyDeleteHihi iyya kucing gitu ya. Hafal banget rumah yang biasa kasih mereka makan. Sampai ngajak temen2nya pun. :D
Delete