Ulat Bulu

Hii… hampir sama seperti melihat badut, aku tidak suka melihat ulat bulu. Rasanya badanku jadi merinding dan aku jadi rada takut tidak jelas ketika melihat kedua hal itu. Apalagi jika itu badut atau ulat berjalan ke arahku, huwwa… ingin kabur menjauh rasanya. Entah mengapa aku bisa begitu. Pokoknya aku tidak suka. Titik. 

Nah, lalu mengapa judul postingan kali ini adalah ulat bulu? Iya, walaupun aku tidak suka, tapi ada satu momen yang mau kuceritakan perihal ulat bulu tersebut. Bukan momen menakutkan atau aku panik luar biasa gara-gara si ulat. Ataupun momen dimana aku jadi kagum dan mencoba memgang si ulat, hiii amit-amit (merinding). Ini hmm katakanlah suatu momen di suatu hari yang panas. 

Jadi, suatu kali, masih di bulan Ramadhan tahun ini, aku melangkahkan kaki ke halaman belakang rumah. Sudah cukup lama Bapak tidak membersihkan halaman belakang sehingganya ada beberapa rumput liar yang tumbuh. Salah satu rumput itu mempunyai bunga yang berwarna kuning cerah. Bunganya kecil dan ada satu lagi bunga kecil juga namun berwarna kuning muda dan sedikit putih. Aku tidak tahu itu rumput apa namanya. Aku hanya suka mengamati. 

Dan aku sudah mengamati rumput itu sedari aku kecil. Haha, bukan mengamati dengan serius semacam riset, ya. Ini cuma mengamati sejenak, menikmati bunga-bunganya yang kecil. Dan yea, rumput itu salah satu penghubung memori otakku yang memutar kenangan di masa kecilku. Bunga rumput liar itu menjadi bagian tersendiri dalam kepingan ingatan di otak ini. 

Dan kali itu pun sama. Aku mulai mengamati rumput tersebut yang kebetulan sedang berbunga. Nah, ketika itulah kulihat si ulat, hiii.

Ulat bulunya berwarna hitam dengan panjang sekitar 5-7cm. Selain warna hitam di sekujur badannya, ada pula, seperti duri-duri berwarna kuning cerah. Mungkin karena dia tinggal di rumput yang mempunyai bunga warna kuning, kali ya, jadi ada totol kuning juga di badan si ulat. 

Namun ketika itu aku tidak langsung terlonjak dan panik lalu kabur. Aku cukup tenang karena aku memang orangnya kalem, hahaha. Oke, oke, aku menyempatkan diri walau dengan takut-takut mengamati ulat tersebut. Biasanya ulat bulu itu punya banyak bulu, tetapi ulat ini bulunya seperti duri berwarna kuning. Tumbuh dengan jarak yang teratur, terpola, dan tidak saling tumpang tindih. Bulu kuningnya itu juga terjumput rapi dan cukup tebal sehingga cukup kontras dengan warna kulitnya yang hitam. 

Itulah mengapa aku jadi tertarik untuk melihat lebih lama. Lagi pula hewan ini sepertinya sedang tertidur. Kalau tidak dia sedang jadi patung(?) karena hanya diam dan tidak bergerak. Dan aku rasa ulat bulu tidak bisa melompatkan? Hii… serem ah, jadi terbayang kalau ulatnya melompat ke arah. Huwwaa…hiksss… 

Baiklah, aku cukup terkesima dengan ulat bulu yang satu ini. Coraknya unik. Dan aku dengan sedikit gemetar dan kewaspadaan tinggi, mencoba mengambil fotonya. Inilah penampakan si ulat: 

entah dengan kekuatan apa aku berhasil foto ini

Bagaimana menurut kalian? Aku jujur baru kali ini melihat ulat bulu dengan bentuk dan corak seperti ini. Dan ketika aku mengamati untuk kali kedua (di sore harinya), aku menyadari jika bukan hanya ada satu ulat. Tetapi tiga, dan mereka hampir sama panjang dan segemuk yang kulihat pertama. Hii… 

Well, yea, aku tidak akan melewati rumput itu jika ingin membuang sampah. Aku juga sudah memberitahu Emak supaya hati-hati jika ingin menjemur pakaian ataupun melintasi rumput yang itu. Ada tiga ulat bulu yang sedang santai dan nom nom nom, mereka juga makan. 

Akan tetapi ada sedikit pengetahuan dari tingkah si ulat yang sempat kuamati. Pertama, ulat itu akan berlindung dibawah daun ketika matahari terik menyengat. Nah, mereka kurasa akan makan di waktu pagi, sore, atau mungkin malam. Namun ketika matahari tidak terlalu menyengat, dan ulat tidak sedang makan daun, maka si ulat akan santai selonjoran di batang atau tangkai rumput tersebut. 

Yea, itu pengetahuan pertama. Yang kedua, aku sempat melihat salah satu dari ulat tersebut makan. Ternyata kepalanya kecil, bulat dengan dua antenna mencuat dan berwarna merah. Ulat tersebut makan daun dengan lahap. Ternyata ada pola tersendiri ketika menikmati daun tersebut. Si ulat akan menggigit dari tepi atas daun lalu terus hingga ke bawah sepanjang jangkauan kepalanya. Gigitan tersebut membentuk garis busur alias melengkung. Nah, setelah melengkung, si ulat akan menaikkan kepalanya kembali ke atas dan mulai lagi memakan tepi daun tersebut. Begitu terus berulang-ulang. 

Well, aku menebak ulat itu nanti akan menjadi kupu-kupu berwarna kuning dengan warna dasar sayap hitam. Namun satu hal yang menjadi pertanyaanku adalah bagaimana proses si ulat bisa sampai dan tinggal di dahan rumput tersebut. Mungkin si Kupu-kupu, induknya yang menaruh telurnya di rumput liar tersebut. Dan setelah tidak hujan untuk hampir dua minggu ini, si ulat tumbuh dan berkembang. Hii… mudah-mudahan tidak jadi wabah, ya. Serem kalau begitu… 

Haha, masih ingat sewaktu kecil dulu, ada ungkapan yang bilang kalau kita jadi orang tidak boleh pelit. Kalau pelit, nanti matinya jadi ulat bulu. Haha, yea, ungkapan atau perkataan atau apalah namanya yang dulu cukup ampuh buat menakuti dan mengajari anak-anak kecil, termasuk ketika aku kecil dulu. Haha, entahlah, aku tidak mau membhasa benar atau tidaknya. Hanya saja aku jadi teringat ungkapan tersebut ketika menulis cerita ini. 

Hmm, aku agak menunggu, sih proses selanjutnya dari si ulat. Kalau tidak ada hewan lain yang usil atau pun memakan ulat itu, aku mau lihat bagaimana ulat itu berubah menjadi kepompong lalu menjadi kupu-kupu. Kalau tidak salah dari waktu menetas menjadi ulat hingga menjadi kepompong butuh waktu sekitar 7-14 hari. Aku ingin tahu, benar atau tidak dugaanku jika si ulat tersebut cikal bakal kupu-kupu bersayap hitam dengan totol kuning cerah. Hmm, yea, mari kita ihat sama-sama, yuk, hehe. Kalau nanti terasa menarik, akan kutuliskan lagi kelanjutan cerita ini. 

Oke, terimakasih sudah mampir dan membaca hingga ke baris ini. Semoga hari kalian menyenangkan.

Comments

Popular posts from this blog

Tidaakk!!

Apa yang bisa dilakukan di Hago Farm

Pohon Sukun Meranggas