Sewaktu Madrasah Dulu

Bukan mau pamer atau apa. Niat hati hanya mau sharing. Ini tentang sebuah keampuhan doa. Pernah terjadi dulu sewaktu ku di madrasah. Iya, aku dulu sekolah di SDN 158/IV siang hari, dan sore harinya sempat sekolah di madrasah, yang juga tak jauh dari rumah.
Layaknya di Madrasah, kami diajarkan lebih jauh mengenai islam dan bahasa arab. Begitu pula tata cara memakai pakaian muslim dan berjilbab. Lalu menulis dan membaca bahasa arab. Ada juga shalat ashar berjamaah di mesjid, dan banyak hal lainnya. Alhamdulillah aku mengerti menulis dan membaca angka hijaiyah karena beajar di madrasah ini. 

sumber google image

Lalu doa apa sih ini? Ok, suatu ketika di kelas, sebelum belajar, oleh seorang guru yang lagi-lagi maaf aku lupa namanya, diajarkan untuk membaca doa ini: 

“Robi shrohli shodri wa ya shirli amri wah lul uqdatam mil lissani yah khohu khouli “ 
Artinya : Ya Tuhanku lapangkanlah dadaku, dan lancarkanlah lidahku serta mudahkanlah urusanku. 

Aku pun membaca bismillah dan melafalkan doa tersebut. Kemudian pelajaran pun di mulai. Seingatku saat itu belajar menulis kata dalam huruf hijaiyah. Dan tahu kah kawan, masya Allah, dipermudah sekali aku kali itu. Aku memang masih kecil, masih kelas satu SD, tapi percayalah, aku ketika itu sudah mampu merasa takjub. Begitu mudah dan cepat aku menyalin tulisan hijaiyah di papan tulis ke bukuku. Padahal, hey, aku baru belajar juga menulis dengan huruf hijaiyah, dan itu tidak mudah. 

Di madrasah itu, kalau tidak salah, kami diberi dua mata pelajaran sebelum shalat ashar. Lalu ada dua atau satu lagi, ya mata pelajaran sesudah shalat ashar berjamaah. Nah, kejadian pertama di atas itu adalah saat di mapel pertama. 

Well, yang menarik di sini, Kiki kecil, esok harinya di mapel kedua sebelum shalat ashar, sedikit membandel. Maksudnya? Jadi begini, aku kemarin kan sudah merasakan keampuhan doa tersebut, nah, kali ini ada lagi pelajaran yang mengharuskan menyalin tulisan arab atau hijaiyah dari papan tulis ke buku catatan. Saat itu kami tidak belajar di kelas yang sama karena guru yang biasa mengajar kami tidak masuk. Jadi kami di gabung dengan kelas sebelah. 

Kali itu, entah kenapa, padahal sudah tau tentang keajaiban doa tersebut, aku malah tidak membacanya ketika mulai belajar atau menyalin. Aku tahu tetapi tidak kuamalkan. Dan tahukah kawan, apa hasilnya? Aku sungguh malu. Aku jadi anak terakhir di kelas, satu-satunya yang belum menyelesaikan catatanku. Entah mengapa, tangan ini terasa lambat untuk digerakkan. Sementara siswi yang lain telah selesai menyalin, dan mereka segera keluar kelas untuk siap-siap sholat ashar. Di kelas itu, tinggallah aku, sahabatku, dan Ibu guru yang masih duduk menunggu di mejanya. Kawan, rasanya tak enak sekali ditunggu seperti itu. Semakin aku percepat menulis, tetaplah lama juga. Aku malu sekali. 

Teringat jelas sekali hingga kini. Kejadian selang sehari yang begitu kontras. Benar-benar suatu pelajaran berharga. Mungkin ketika itu aku masih anak kecil, tapi percayalah, apa yang kuceritakan ini benar adanya. Aku tahu pasti bagaimana rasanya dipermudah tangan ini untuk menulis hingga aku sendiri takjub dan bingung. Dan aku juga tahu pasti bagaimana rasanya diperlambat tangan ini untuk menulis rangkaian hijaiyah itu hingga aku sendiri sedih dan bingung. Masya Allah, memang, untuk mengawali pekerjaan yang baik adalah dengan berdoa. Dan robbi shrohli atau doa Nabi Musa ketika hendak menghadapi Firaun itu, doa yang baik, insya Allah. 

Well, begitu lah salah satu kisah ketika aku di madrasah dulu. Aku agak sedikit menyesal juga, karena aku hanya sebentar sekolah di sana. Aku tidak melanjutkan sekolah madrasah hingga ke kelas 6 dan menamatkannya. Hmm, baiklah kawan, mudah-mudahan kisah ini memberi manfaat dan pelajaran, termasuk juga buat diri aku sendiri. [18 februari 2013]

Comments

Popular posts from this blog

Tidaakk!!

Apa yang bisa dilakukan di Hago Farm

Pohon Sukun Meranggas