Harta Karun Masa Kecil

sumber unsplash

Dahulu, di zaman Nabi Musa alaihis salam hiduplah seseorang yang bernama Qarun. Kepadanya, Allah anugerahkan harta kekayaan yang melimpah. Kunci-kunci harta kekayaannya sangat berat dipikul oleh beberapa orang laki-laki yang kuat. Ada yang mengisahkan bahwa kunci-kunci harta kekayaan Qarun terbuat dari kulit yang dibawa oleh 60 ekor keledai.
  
Qarun memang seorang yang pandai dan ahli dalam bekerja. Namun sayang, Qarun amat pelit dan kejam. Ia hanya mau memeras tenaga orang-orang untuk memperkaya dirinya tanpa diberi upah. Hanya sedikit makanan dibagikan supaya mereka tidak mati kelaparan. 

Qarun senang berjalan-jalan memamerkan kekayaannya sehingga membuat kagum orang yang melihatnya. Dia tidak bersyukur kepada Allah. Dia malah menjadi sombong dan berbuat aniaya. Dan tidak mendermakan hartanya kepada orang yang membutuhkan.

Nasihat yg baik dan peringatan yg jujur yg dikemukakan oleh pemuka-pemuka kaumnya itu tidak diendahkan oleh Qarun dan tidak mendapat tempat didalam hatinya. Bahkan perintah Allah melalui Nabi Musa untuk membayar zakat tidak diindahkannya. Ia bahkan menyebarkan fitnah seolah-olah Nabi Musa dgn dakwahnya dan penyiaran agama barunya bertujuan ingin memperkayakan diri dan bahwa perintah zakatnya itu adl merupakan cara perampasan yg halus terhadap milik-milik para pengikutnya. 

Maka dgn izin Allah yg telah memperkenankan doa Nabi Musa terjadilah tanah runtuh yg dahsyat di atas mana terletak bangunan gedung-gedung yg mewah tempat tinggal Qarun dan tempat penimbunan kekayaannya. Terbenamlah seketika itu Qarun hidup-hidup berserta semua milik kekayaan yg menjadi kebaggaannya. ~ Ini cerita hasil copy-paste dari google. Maaf aku lupa sumbernya.

-----o-----

Sebuah kisah singkat tentang asal usul adanya harta karun atau harta yang terpendam di dalam tanah. Bisa juga artinya harta yang kita temukan. Membaca kisah tentang harta karun tersebut, membuat aku flashback ke beberapa tahun silam, kurang lebih ketika aku kelas tiga atau empat SD. Disaat itu aku menemukan harta karun pertamaku, haha. 

Kala itu Kiki kecil baru pulang sekolah. Karena sekolahku hanya sekitar 1-2 km dari rumah, maka aku biasa menempuhnya dengan berjalan kaki. Biasanya aku bersama para sepupuku, tapi terkadang aku bisa juga sendirian. 

Jalan yang aku lalui sehari-hari itu sudah padat penduduknya. Jadi di kiri kanan jalan ada rumah penduduk yang berjejer. Terkadang ada beberapa kendaraan bermotor yang melintas. Itulah mengapa aku tidak takut untuk misalnya pergi atau pulang sekolah sendirian. 

Pulang sekolah saat itu kalau tidak salah sekitar jam setengah satu. Aku menyusuri jalan pulang sendirian. Sesampainya di depan sebuah rumah berpagar kayu yang ditanami jejeran bunga asoka, mataku terpaut pada satu benda berwarna pink keungu-unguan atau mungkin itu magenta. Benda itu menyembul, seperti mengintip dari balik semak-semak asoka yang sedang tidak lagi berbunga. 

Aku berhenti sejenak mengamati benda berwarna terang itu baik-baik. Merasa tak puas, aku pun berjongkok agar bisa mengamatinya lebih jelas lagi. Aku penasaran sekali saat itu. Berpikir-pikir mungkin, gak, ya itu benda berharga seperti batu akik yang ada dicincin bapak. Atau jangan-jangan itu batu ajaib yang berisi jin seperti lampu ajaib di dongeng Aladdin. Haha, asli penasaran bercampur deg-degan karena menduga-duga batu apakah itu sebenarnya. 

Akhirnya aku putuskan untuk mengambil batu itu. Kakiku bergeser lebih ke tepi jalan, dan tanganku terjulur untuk menjangkau batu itu. Ahh sial, tanganku belum sampai menyentuh batu. Mau tak mau aku bergeser maju lagi, lalu masuk ke dalam got/selokan dangkal, untuk lebih dekat ke pagar kayu. Untungnya saat itu got tersebut kering. 

Sipp, kali ini tangan ku lebih mudah untuk meraih batu itu. Tinggal menyelipkan kepalan tangan ke sela-sela pagar, yap, dapat! Haha, senang bercampur rasa penasaran sekaligus jantung berdegub tak karuan aku jadinya. Aku pun membersihkan sisa tanah yang melekat di batu itu. Alhasil tanganku menggenggam sebongkah batu berwarna magenta dengan permukaan tidak rata dan bentuk tak beraturan. Kuarahkan batu itu ke atas, batu itu sedikit tembus cahaya dan terlihat semi transparan. Akupun bergegas pulang mau memberitahu adikku, kalau aku ketemu batu yang cantik. Haha.

Karena aku masih kecil, aku tidak dapat mengenali dengan pasti tekstur batu itu. Separuh diriku berpikir itu adalah memang batu. Tetapi separuh yang lainnya berpikir, kok seperti terbuat dari plastik, ya, haha. Tapi batu itu batu kebanggaan ku. Seperti harta karun berharga rampasan bajak laut, aku simpan baik-baik dan aku jadikan pelengkap rumah-rumahan saat aku bermain BP-an. Yang dulu masa kecilnya awesome pasti tahu apa itu main BP-an. :D 

Aku pun tak hanya menceritakannya kepada adikku, tetapi kepada emak dan bapak. Aku masih sedikit berpikir mungkin batu ini bisa dipotong dan dijadikan batu cincin. Lalu aku juga cerita ke sepupu-sepupuku. 

sumber google image

Aku cerita ke Lia, sepupuku, kalau aku menemukan batu cantik di pagar rumah Pak lek Mul. Kebetulan emaknya Lia adalah adik dari Pak Lek Mul. Mungkin Lia bercerita lagi kepada emaknya. Tak lama beselang, Lia mengatakan kepadaku kalau itu bukan batu asli melainkan batu mainan untuk pelengkap akuarium ikan. Kebetulan tempo hari Paklek Mul membongkar akuariumnya dan sebenarnya ada banyak batu mainan seperti itu yang dibuang dekat pagar. Aku penasaran akan cerita tersebut maka aku pergi lagi ke semak asoka tadi dan berusaha mencari-cari batuan serupa lainnya. Dan benar saja, aku temukan satu lagi yang berwarna merah. Haha. 

Kini aku punya dua batu. Kala itu imajinasi kanak-kanakku masih berfantasi bahwa batu-batu itu adalah batu berharga, harta karun yang bernilai. Aku simpan baik-baik dan kadang sebelum tidur, aku kagumi keindahan bentuk dan warnanya. Walau sering juga batu itu aku gunakan sebagai pelengkap rumah saat aku dulu bermain BP-an. Tetapi sekarang batu-batu itu entah kemana, haha. Yah, begitulah kisah tentang harta karun pertamaku. Bagaimana dengan harta karunmu? :) [30 January 2013]

Comments

Popular posts from this blog

Tidaakk!!

Apa yang bisa dilakukan di Hago Farm

Pohon Sukun Meranggas